MAKALAH
DEFINISI, METAFORA dan KONSEP
DASAR
PENDIDIKAN
OLEH:
KELOMPOK I
1.
Anisya Oktama Paramida ( 1621002 )
2.
Messy Lestia Sari ( 1621001 )
3.
Gusti Asrina
( 1621003 )
4.
Desi Ratnasari
( 1621004 )
Kelas : A.1.1
Mata
Kuliah: PengantarPendidikan
Dosen pengampu:
M.DONI SANJAYA, M.Pd
PROGRAM
STUDI PENDDIKAN BAHASA,SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
BATURAJA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah berkenan memberi petunjuk dan kekuatan kepada kami sehingga Makalahyang
berjudul “Definisi,
metafora dan konsep dasar Pendidikan” ini
dapat diselesaikan.
Dalam kesempatan ini kami
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepadasemua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, bimbingan dan arahan
kepada penyusun.
Dalam
Makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran
dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan. Semoga Makalah
ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya.
Baturaja, 24
September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.
Latar
Belakang Masalah..................................................................... 1
2.
Rumusan
Masalah............................................................................... 1
3.
Tujuan................................................................................................... 1...........
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2
1.
Pendidikan Setua dan
Seakhir Peradapan............................................. 2
2.
Definisi Pendidikan............................................................................... 2
3.
Metamorfora
dan Makna Pendidikan.................................................... 4
4.
Menjadi Manusia
Berpendidikan........................................................... 4
5.
Empat Dimensi....................................................................................... 5
6.
Objek Pendidikan.................................................................................. 6
BAB III PENUTUP............................................................................................... 7
1.
Kesimpulan........................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 8
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan telah berlangsung sejak awal peradaban
dan budaya manusia. Bentuk dan cara pendidikan itu telah mengalami perubahan,
sesuai dengan perubahan zaman dan tuntutan kebutuhan. Pada awal peradaban, para
orang tua bersama kelompoknya bertanggung jawab dalam mendidik anak-anak mereka
sehingga mencapai kedewasaan. Bila orang tuanya hidup denagan bertani , maka
anak anaknya pun diajar bertani melalui pengalaman langsung. Demikian juga jika
orangtuanya berdagang, maka anaknyapun diajar berdagang.
Pada masa itu belum ada program pendidikan yang
dilaksanakan di luar lingkungan keluarga atau kelompok oleh orang-orang di luar
keluarga/kelompok, atau pendidikan yang terstruktur.sampai pada dimana
pendidikan yang dilaksanakan dari telah berhasil mengembangbiakkan dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan.
Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan
berlangsung terus tak terputus dari generasi ke generasi di manapun di dunia
ini. Upaya memanusiakan manusia melalui pendidikan itu diselenggarakan sesuai
tujuan pendidikan dengan pandangan hidup dan dalam latar sosial kebudayaan setiap
masyarakat tertentu, termasuk di Indonesia.
Tujuan dapat tercapai dengan melakukan proses
pendidikan, yaitu kegiatan yang memobilisas setiap komponen pendidikan oleh
pendidik terarah kepada pencapaian tujuan. Yang menjadi tujuan utama
pengelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman
belajar yang optimal.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan
masalah dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
Deskripsikan pendidikan setua dan seakhir peradaban ?
2.
Apa definisi pendidikan ?
3.
Deskripsikan metafora dan makna pendidikan serta menjadi manusia berpendidikan ?
4.
Jelaskan pengertian empat dimensi dan objek pendidikan ?
C.
Tujuan
Sesuai dengan perumusan masalah yang dikemukakan,
maka makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
Bisa mendeskripsikan pendidikan setua dan seakhir peradaban ?
2.
Mengetahui definisi pendidikan ?
3.Bisa mendeskripsikan metafora dan makna pendidikan
serta menjadi manusia berpendidikan ?
4.Bisa
menjelaskan pengertian empat dimensi dan objek pendidikan ?
BAB II
DEFENISI METAFORA DAN KONSEP DASAR
KEPENDIDIKAN
A.
PENDIDIKAN
SETUA DAN SEAKHIR PERADAPAN
Sebagai esensi, pendidikan secara
universel telah berjalan setua peradapan dan keberadapan manusia di muka bumi
ini, apapun substansi dan bagaimana pun praksinya. Pendidikan ada sejak adam
dan hawa muncul di permukaan bumi, bahkan ketika mereka masih dalam surge.
Bukankah “hukuman” yang di terima adam dan hawa ketika di surge, yang
menyebabkan mereka menjadi penghuni muka bumi ini, merupakan satu bentuk
pendidikan sejati? Bahwa setiap pelanggaran akan menerima sanksinya seperti
halnya sanksi yang di berikan kepada siswa yang melanggar aturan sekolah di
sekolah-sekolah modern saat ini.
Alih-alih kita mengikuti teori
evolusi Darwin, pendidikan telah ada telah evolusi awal umat manusia. Menurut
teori ini , cikal bakal manusia yang di gambarkan sebagai “ manusia kera yang berjalan tegak”,
yang memiliki dayasuai terhadap fenomena perubahan alam terus bertahansampai
sekarang.
Metamorphosis pendidikan terus
berlangsung sehingga sekarang dan akan terus berlanjut sampai akhir zaman dengan tidak akan
menemukan sosok yang final. Pendidikan merupakan gejala kehidupan setua dan
seakhir peradapan manusia. Kebutuhan, tuntutan, substansi, dan fraksis pendidikan
akan terus mengalami penyempurnaan
dengan pembawa sifat kontinyu tiada akhir.
Secara individual pendidikan
berlangsung sejak manusia dalam buian hingga akhir hayatnya, bahkan mungkin
telah di mulai ketika dua pasang
manusia memulai perkembangan pertama.
B.
DEFENISI
PENDIDIKAN
Secara akademik, istilah pendidikan
berspektrum luas. Pendidikan adalah proses peradapan dan peradapan manusia.
Pendidikan adalah aktivitasi semua potensi dasar manusia
melalui interaksi antara manusia dewasa dengan yang belum dewasa.
Pendidikan adalah proses kemanusiaan dan pemanusiaan sejati, dengan atau tanpa
penyegajaan.
Pendidikan adalah proses pemartaban
manusia menuju puncak optimasi potesi kognitif, afektif dan fsikomotorik yang
di milikinya. Pendidikan adalah proses membimbing, melatih dan memadu
manusia terhindar atau keluar dari
kebodohan. Pendidikan adalah metamorfosis
perilaku menuju kedewasaan sejati. Pendidikan juga di defenisikan sebagai
proses evalasi yang di lakukan secara nondiskriminasi, dinamis dan intensif menuju
kedewasaan individu. Dimana proses di
lakukan secara kontinyu dengan sifat adaptif dan nirlimit
atau tiada akhir.
P = Proses
E = Evalasi
N = Nondiskriminasi
D = Dinamis
I = Intensif
D = Dewasa
I = Individu
K = Kontinyu
A = Adaptabilitas
N = Nirlimit
Menurut John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaruan pengalaman. Proses itu
bisa terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan
anak-anak yang terjadi secara sengaja dan di lembagakan untuk mengahasilkan kesinambungan sosial. Proses ini melibatkan
pengendalian dan pengembangan bagi orng yang belum dewasa dan kelompok dimana
dia hidup.
Frederick J. McDonald mendefenisikan pendidikan sebagai suatu proses
atau kegiatan yang di arahkan untuk mengubah perilaku manusia. Perilaku di maksud berupa setiap
tanggapan atau perubahan seseorng.
Pendidikan pada intinya merupakan proses penyiapan subyek didik menuju
manusia masa depan yang bertanggung jawab. Kata “bertanggung jawab” mengandung
makna, bahwa subjek didik di siapkan untuk menjadi manusia yang berani berbuat
dan berani pula bertanggung jawab atas perbuatannya.
Defenisi-defenis di atas menggring kita pada
beberapa kesimpulan yaitu :
·
Pendidikan adalah
proses kemanusiaan dan pemanusian secara simultan.
·
Pendidikan adalah proses sosial yang di bangun
untuk menggali dan mengembangkan potensi dasar manusia agar menjadi insan
berpedadaban.
·
Pendidikan adalah
proses interaksi manusiawi yang di lakukan oleh objek dewasa untuk menumbuhkan
kedwasaan pada subjek yang belum dewasa dengan menggunakan potensi ada dan
sesuai.
·
Aktivitas-aktivitas
pendidikan mencakup produksi dan distribusi pengetahuan yang terjadi baik dalam
skema kelembagaan maupun pada proses sosial pada umumnya.
C.
METAFORA
DAN MAKNA PENDIDIKAN
Ada
dua masalah dengan defenisi pendidikan.
Pertama, defenisi pendidikan menggunakan metafora transmisi pengetahuan
terlalu sering di anggap benar secara harfiah. Informasi, pengetahuan,
keterampilan dan sikap merupakan istilah-istilah yang sangat akrab di bidang
pendidikan, bukan unit literal. Dalam pendidikan kita berhadapan dengan alam
dan seluruh bidang dari kedua fenomena
duniawi dan narasi unik manusia yang tidak selalu memilki keberadaan fisik
secara harfiah.
Metafora menggabarkan atau menjelaskan sesuatu dengan sosok yang lain,
sedangkan analogi menjelaskan sesuatu dengan menggunakan prinsip kesamaan.
Analogi menggambarkan persamaan atau perssesuain dua benda atau fenomena yang
berlainan namum memiliki kecocokan. Dan analogi juga berupa kias. Di bidang
linguistik, analogi merupakan kesepadanan antara bentuk-bentuk bahasa untuk
menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk lain. Di bidang sastra , analogi
bermakna kesamaan sebagaian cirri antara dua benda atau hal yang dapat di pakai sebagai dasar
komparasi. Di bidang pembelajaran, analogi erat kaitannya dengan transfer
pembelajaran.
Kedua, defenisi pendidikan memberi gambaran mengenai apa yang paling
penting tentang “ proses menjadi” dan hasilnya berupa orang “berpendidikan”.
Pendidikan merupakan agen peradapan pemberadapan
manusia. Tetapi, pendidikan formal selalu mengalami tekanan dan nyaris selalu
tertinggal dengan kemajuan peradapan. Kebodohan merupakan cikal bakal utama
bencana kemanusiaan. Cikal bakal kebodohan adalah kemalasaan dalam belajar dan
ketidaktahuan akan makna sejati pendidikan. Pendidikan berawal dari perilaku
dan tindakan pertama, namun tiada kata akhir untuk menjadi berpendidikan dan
menggapai keterpelajaran.
D.
MENJADI
MANUSIA BERPENDIDIKAN
Esensi pendidikan adalah membangun manusia
dengan tingkat keterpelajaran tertentu atau berpendidikan. Merekalah orng-orang
yang cerdas, yang mampu menyelesaikan aneka persoalan hidupnya.
Manusia berpendidikan adalah mereka yang mampu memahami fenomena secara
akurat,berfikir jernih, dan bertindak secara efektif sesuai dengan tujuan dan
aspirasi yang di tetapkan oleh dirinya. Orang yang berpendidikan juga mengahargai orang lain terlepas dari
kekuasaan dan statusnya, bertanggung jawab atas hasil atau dampak tindakan dan
menggunakan akal sehat untuk memenuhi apa yang mereka butuhkan,baik, pribadi,
keluarga, organisasi, maupun masyarakat pada umumnya. Orang yang berpendidikan
membutuhkan informasi, namun ia tidak tergangtung semata pada informasi yang
telah di simpan di kepalanya. Mereka memiliki kemampuan mencari informasi,
menciptakan pengetahuan, dan mengembangkan keterampilan bila di perlukan.
Di
lembaga pendidikan formal, memang terjadi pengiriman pesan secara kontinyu,
khususnya selama proses interaksi pembelajaran antara guru dan siswa.
Nilai-nilai inti yang terpenting dalam mendefenisikan pendidikan adalah
menyediakan lingkungan yang aman dan melakukan perberdayaan bagi anak didik,
sehingga mereka berpeluang memenuhi kebutuhan dalam makna ideal.
Aspek-aspek penting bagaimana siswa benar-benar
terdidik yaitu :
Pendidikan merupakan kemampuan
memanipulasi pengetahuan keterampilan dan informasi.
Pendidikan
mempresentasikan interaksi antara orang dewasa dengan yang belum dewasa untuk
menumbuhkan kedewasaan.
Pendidikan
melibatkan dimensi kognitif, afektif dan fsikomotor.
Kegiatan
pendidikan dapat di pahami kapan iya mulai, namun tidak jelas kapan berakhir
karena tidak identik dengan kurikulum.
Pendidikan
bermuara pada kematangan dan kemandirian pribadi untuk hidup dalam kerangka
system sosial.
Pendidikan
mengubah orang dari berfikir negative ke berfikir positif dan membantu orang
lain untuk melakukan hal yang sama.
Pendidikan
mencakup semua situasi seperti kemiskinan, konflik, polusi, depresi,
ketidaktahuaan atau ambisi.
Banyak orang berpendapat bahwa pengalaman positif merupakan fikiran yang
baik paling menyenangkan dan produktif. Jika kita dapat memastikan bahwa setiap
orang mampu mengoptimalkan pikiran mereka sendiri dan membantu yang lainya
untuk mengoptimalkan mereka, maka semua orang akan memiliki kesempatan maksimum
untuk menikmati hidup dan menjadi produktif. Dengan demikian pendidikan
merupakan proses mencapai dan membantu orang lain untuk mencapai sikap yang baik yang memungkinkan dia melihat secara akurat, berfikir jernih
dan bertindak secara efektif sesuai dengan tujuan di pilihnya sendiri
E.
EMPAT
DIMENSI
Pendidikan adalah proses menjadikan
manusia berpendidikan. Ada empat di mensi yang harus di penuhi menjadi
berpendidikan. Dimensi yang di maksud adalah agen pembelajaran, katalis
belajar, konteks pembelajaran, dan cita-cita yang terbangun dari hasil
pembelajaran.
Agen
pembelajaran siswa biasanya mengintegral dengan peran yang di tampilkan oleh sekolah. Katalis belajar adalah
seseorang atau sesuatu yang bergerak dalam hubungan mendalam denga berusaha
memahami bagaimana katalis itu cocok menjadi agen. Dalam kerangka mencapai
tujuan agen tersebut melibatkan orang-orang atau hal-hal yang lain yang di
anggap berperan sampai dengan tujuan
tercapai untuk kemudian berusaha melepaskan diri. Katalis bisa serupa guru,
buku dan media lainnya.
Katalis itu berperan dalam proses pembelajaran, terutama dalam kerangka
pengembangan hubungan dimana siswa akan membuka dirinya sendiri untuk transformasi internal di bawah pengaruh
katalis itu. Kontek pembelajaran adalah semua aspek biologis, psikologis,
budaya, sosial, dan factor ekologi lainnya yang membentuk bagaimana agen
tersebut berhubungan dengan katalis. Konteks pembelajaran merupakan segala
sesuatu yang akan menentukan kondisi klimaks dalam situasi belajar.
F.
OBJEK
PENDIDIKAN
Pendidikan memiliki objek tersendiri.
Objek pendidikan terdiri dari objek formal dan objek material. Objek formal
ilmu pendidikan adalah semua gejala insane, berupa proses atau situasi pendidikan yang menunjukkan
keadaan nyata yang di lakukan atau di
alami serta harus di pahami oleh manusia. Objek materi ilmu pendidikan adalah
manusia itu sendiri.
Ilmu pendidikan esensinya merupakan ilmu terapan atau ilmu praktis.
Sebagai ilmu terapan iya memilki dua dimensi yaitu teoritis dan praktis. Pemahaman
mengenai unsure-unsur dasar ilmu pendidikan menjadi instrumen untuk dapat
memahami sifat-sifat ilmu pendidikan
sebagai ilmu pengetahuan antara lain bersifat teoritis, emperis, sistematis,
deskriptif, normatif, preskriptif, historis dan praktis. Sebagai ilmu, ilmu
pendidikan bukan saja menelaah objek untuk mengetahui betapa keadaan atau
hakikat objek itu, melainkan mempelajari pula bagaimana aksinya dalam tindakan.
Teori tentang pendidikan memilki cakupan yang luas. Pendidikan esensinya adalah
dunia ini, berupa apapun yang bisa mempengaruhi atau mengubah perilaku manusia.
Ilmu pengetahuan bidang pendidikan
mempelajari aneka persoalan yang timbul dalam praktik pendidikan. Ilmu
pendidikan apa pun mempelajari suasana dan proses pendidikan secara menyeluruh,
tidak hanya kerangka persekolahan melainkan juga pendidikan keluarga, di
masyarakat dan pendidikan oleh pribadi-pribadi secara individual.
Ilmu pendidikan berkutat dengan persoalan dan posisi manusia dalam
pendidikan secara universal. Pemosisian manusia pengarus utamaan pendidikan
dapat di lihat dari dimensi antropologis, normatif, aspiratif dan praktis.
Dimensi antropologis beranjak dari asumsi bahwa manusia memilki potensi.
Dimensi normatif mengandung makna bahwa
pendidikan selalu berkaitan dengan perlakuan apa pun bentuk, situasi dan
substansi yang membangunnya. Dimensi aspiratif mengandung makna bahwa manusia itu memiliki disposisi atau
kecenderungan, keinginan, harapan, kebutuhan dan cita-cita. Dimensi praktis
mengandung makna bahwa ilmu pendidikan di praktikkan sebagai aplikasi teori
yang sudah teruji atau sebatas produk nalar akal sehat tingkat tinggi yang di
mililki penggagasnya.
Pada sisi lain, setiap yang ada di dunia ini, baik ilmu pengetahuan,
teori, maupun praktis bersumber dari asumsi-asumsi yang mendasarinya. Dalam
pendidikan, kita memiliki asumsi bahwa manusia dapat di didik. Manusia adalah
animal educandum , manusia mengiinkan di didik hingga mencapai taraf
pendidikan. Dalam bahasa yang lebih santun, di sebutkan bahwa manusia adalah
homo educandum dimana manusia memiliki daya kuat untuk di didik agar potensinya
dapat berkembang.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses pemartaban
manusia menuju puncak optimasi potesi kognitif, afektif dan fsikomotorik yang
di milikinya. Pendidikan adalah proses membimbing, melatih dan memadu
manusia terhindar atau keluar dari
kebodohan. Pendidikan adalah metamorfosis
perilaku menuju kedewasaan sejati. Pendidikan juga di defenisikan
sebagai proses evalasi yang di lakukan secara nondiskriminasi, dinamis dan
intensif menuju kedewasaan individu. Dimana proses di lakukan secara kontinyu dengan sifat
adaptif dan nirlimit atau tiada akhir.
Kontek pembelajaran adalah semua aspek
biologis, psikologis, budaya, sosial, dan factor ekologi lainnya yang membentuk
bagaimana agen tersebut berhubungan dengan katalis. Konteks pembelajaran
merupakan segala sesuatu yang akan menentukan kondisi klimaks dalam situasi
belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Sudarwan
Darwin, 2011. Pengantar Kependidikan. Bandung : Alfabet
MAKALAH
PENGANTAR PENDIDIKAN TUJUAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
REDHO
PIRMANA
APRILIA
MAHARANI
PUTRI
WAHYUNI
ICA MELIANA
PROGRAM STDI
BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILM PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
BATURAJA
TAHUN
AKADEMIK 2016/2017
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat allah swt. Karena atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga makalah
ini dapat disusun sebagaimana mestinya. Makalah ini menyusun
berdasarkan berbagai referensi yang sungguh sangat membantu dalam
mengembangkan dan mengaplikasikan materi dalam makalah ini.
Kami
menyadari bahwa dalam isi makalah ini terdapat kekurangan bahkan kesalahan
dan keterbatasan. Oleh karena itu, dengan rendah hati kami meminta kritik
dan saran bagi pembaca
Mudah-mudahan
tuhan yang maha kuasa tetap mencurahkan limpahan dan rahmat-nya kepada kita.
Martapura, 25 september 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang masalah
Pendidikan adalah proses pemanusiaan dan kemanusiaan, proses bagaimana kita
menjadikan manusia menjadi manusia secara manusiawi. Hanya manusialah yang bisa
menjadikan manusia menjadi manusia sesungguhnya. Selain itu pendidikan adalah
setiap proses interaksi antara manusia dan lingkungannya yang menghasilkan
perubahan perilaku menuju kedewasaan dengan ciri utama kebertanggungjawaban.
Proses pendidikan dewasa
ini masih cenderung berorientasi pada dunia yang sangat pragmatis yaitu bagaimana
orang dapat memasuki dunia kerja. Secara hakiki memang orintasi tersebut tidak serta-merta
dibenarkan ataupun di salahkan, tetapi pada idealnya pendidikan haruslah
diorientasikan kepada “bagaimana seseorang mampu mengubah dunia ini.” Rielnya
lulusan pendidikan itu akan dijadikan seperti apa, bukan dia akan memasuki
dunia kerja seperti apa, sehingga pendidikan menyentuh dimensi kreatif. “man
behind the gun” manusia adalah yang mengkreasi dunianya bukan dia dikreasi oleh
dunia ini.
Ada proses kreatif, proses inovatif, dan proses mengubah diri bukan masuk
pada sebuah proses dimana ia pasrah pada keadaan pengetahuan ilmu pendidikan
rendah, yang ini semua mengindikasikasikan kualitas kita jauh dari realita yang
sesungguhnya dan inilah yang harus kita ubah.
B.
Rumusan msalah
1.
Apa tujuan
pendidikan?
2.
Apa fungsi
pendidikan?
C. Tujuan
1.
Mengetahui
apa tujuan dari pendidikn
2. Mengetahui apa fungsi dari
pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
1. Tujuan
pendidikan
Tujuan pendidikan adalah pembentukan “jati diri,” sehingga ada keseimbangan
manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial yang nantinya memegang mandat
kultural, dan makhluk tuhan yang bisa memegang mandat ilahiat. Itulah yang
disebut dengan keseimbangan antara “hablumminallah dan hablumminannas” yang
selama ini lebih diucapkan ketimbang diperbuat dalam praktek.
Dalam pengembangan pendidikan sedapat mungkin diarahkan pada pembentukan
jati diri, seperti halnya yang dikembangkan oleh unesco yang titik puncaknya
membentuk bagaimana manusia hidup bersama. Selain itu, seperti pengertian
pendidikan di atas esensi pendidikan stresingnya adalah pada “proses perubahan
perilaku.” Seseorang tumbuh secara dewasa, sehingga secara pribadi, secara sosial,
secara ekonomi, dan sebagai makhluk tuhan ia menunjukan eksistensi.
Apapun bentuk pendidikannya, sebagai tujuan utamanya adalah kedewasaan. Dan
kedewasaan seseorang tidak ditentukan oleh jenjang pendidikan. Bisa saja
tamatan sekolah dasar lebih dewasa dan matang daripada tamatan perguruan
tinggi. Tamatan sd mempunyai semangat hidup tinggi, kemandirian tinggi,
kepekaan sosial tinggi, kesadaran ke depan tinggi, memiliki kesadaran sebagai
makhluk tuhan, bahkan kadang-kadang makin tinggi dan makin lama seseorang
mengenyam kependidikan semakin tinggi tingkat ketergantungannya. Inilah bahaya
pendidikan, makin lama bersekolah cenderung makin menjadi pencari kerja. Oleh
karena itu, semestinya lulusan sarjana, ia menjadi pencari kerja dengan rasa
egois yang tinggi karena imagelulusan yang tinggi juga berimbas pada pekerjaan yang
tinggi sesuai dengan imagetersebut. Sementara orang-orang dengan jenjang
pendidikan yang lebih bawah dan lebih rendah, dia --tamat sd/smp-- tidak
mempunyai beban, nilai-nilai kewirausahaan, militansi, dan mutu mungkin lebih
kuat.
Jadi tujuan pendidikan harus
mampu menciptakan pendidikan yang berkualitas dengan indikator:
a.
Pendidikan yang
berkualitas
Maksudnya adalah pendidikan yang mampu menempuh manusia-manusia pembangunan
yang dapat membangun dirinya sendiri serta barsama-sama dapat membangun bangsa
dan negaranya.
b.
Balam arti
praktis
Pendidikan dapat dikatakan berkualitas, jika
subjek keluaran pendidikan mampu memenuhi kebutuhan dasar, yaitu
1.
Sandang,
2.
Pangan,
3. Papan,
4.
Kesehatan, dan
5.
Pendidikan untuk
anak-anak mereka.
Yang ini semua akan menghasilkan tujuan akhir bahwa manusia hidup layak di
manapun mereka tinggal. Manusia yang dapat hidup secara layak dapat berkiprah
secara “total” dalam pembangunan (minimal dalam skala kecil atau keluarga) dan
kiprah itu dimaksudkan untuk membantu percepatan upaya kesejahteraan sosial
secara keseluruhan.
2. Fungsi pendidikan
Fungsi pendidikan dalam arti mikro (sempit) ialah
membantu (secara sadar) perkembangan jasmani dan rohani peserta didik. Fungsi
pendidikan secara makro (luas) ialah sebagai alat:
1. Pengembangan pribadi
2. Pengembangan warga negara
3. Pengembangan kebudayaan
4. Pengembangan bangsa
Pendidikan nasional
berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Pendidikan pada hakikatnya ialah memberi tuntunan, bantuan,
pertolongan kepada peserta didik. “peserta didik itu sendiri adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran
yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.” “setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan bermutu.”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai tujuan
pendidikan di atas, dapat kita ketahui bahwasanya pendidikan merupakan usaha
manusia untuk meningkatkan ilmu pengetahuan yang didapat baik dari lembaga
formal maupun informal dalam membantu proses transformasi sehingga dapat
mencapai kualitas yang diharapkan. Agar kualitas yang diharapkan dapat
tercapai, diperlukan penentuan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan inilah yang
akan menentukan keberhasilan dalam proses pembentukan pribadi manusia yang
berkualitas dengan tanpa mengesampingkan peranan unsur-unsur lain dalam
pendidikan. Dalam proses penentuan tujuan pendidikan dibutuhkan suatu
perhitungan yang matang, cermat, dan teliti agar tidak menimbulkan masalah di
kemudian hari. Oleh karena itu perlu dirumuskan suatu tujuan pendidikan yang
menjadikan moral sebagai basis rohaniah yang amat vital dalam setiap peradaban
bangsa.
B. Saran
B. Saran
Pendidikan merupakan salah satu
kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Untuk mendapatkan pendidikan yang baik maka
perlu adanya pemahaman terhadap dasar dan tujuan pendidikan secara mendalam.
TUJUAN DAN
FUNGSI PENDIDIKAN
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Persentasi
Mata Kuliah Pengantar Pendidikan
Oleh
1.
Nurika Sari 1621013
2.
Diayu
Tararia 1621014
3.
Rawi Ranggas 1621012
4.
Ericko
Saputra
Dosen
Pengampu
M.Doni
sanjaya, M.Pd.
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BATURAJA
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali
yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam
atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira
besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”TUJUAN DAN
FUNGSI PENDIDIKAN”.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai
pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis (yang telah
memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah
semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit
kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Meskipun penulis
berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu
ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap
agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Yogyakarta,16 Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL……………………………………………………,..i
KATA PENGANTAR…………………………………………………….ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….1
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………....1
B. Rumusan Masalah………………………………………………….1
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………...1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………….2
A. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Secara Umum………………………2
B. Fungsi Pendidikan…………………………………………………..3
C. Tujuan Pendidikan…………………………………………………..4
D. Dimensi-Dimensi Kehidupan Manusia………………………………6
BAB III PENUTUP………………………………………………………..9
A. Simpulan……………………………………………………………..9
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta kecerdasan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat. pendidikan juga adalah satu usaha mengatur pengetahuan untuk
menambahkan lagi pengetahuan yang semulan tidak tahu menjadi tahu. Dalam
proses tidak tahu menjadi tahu tersebut manusia mengalami sebuah rangkaian
proses pembelajaran.
Manusia sejak lahir telah dibekali dengan sejumlah
potensi.Potensi adalah kemampuan, kesanggupan, daya yang menjadi modal bagi
manusia tersebut agar kelak siap mandiri dalam menjalani kehidupan di
lingkungan di mana dia berada. Anak manusia dalam hal ini adalah manusia yang
belum dewasa sehingga potensi yang ada pada diri anak ibarat bahan baku (raw
material) yang belum siap pakai. Untuk menjadi barang siap pakai (manufacture),
maka dalam proses menjadi potensi tersebut membutuhkan sebuah penanganan dan
bantuan oleh orang dewasa.
Anak manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang dapat
dididik (animal educabile), makhluk yang harus dididik (animal educandum) dan
makhluk yang dapat mendidik (homo enducandum).
Oleh karena itu, kami disini akan berusaha mengkaji tentang
hal-hal mengenai kedudukan manusia sebagai mahluk pendidikan terutama dalam hal
Manusia sebagai makhluk yang harus dididik (Animal Educandum).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah yang coba kami rumuskan adalah
sebagai berikut:
1. Mengapa pendidikan hanya untuk
manusia?
2. Mengapa anak manusia perlu mendapat
bantuan?
3. Apa dasar dan ajaran pendidikan itu
sendiri?
1.3 Tujuan
Dalam penyusunan makalah ini terdapat beberapa tujuan,
yaitu:
1.Memberikan gambaran tentang
kedudukan kita sebagai mahluk berpendidikan dalam hal ini kita sebagai makhluk
yang harus dididik (Animal Educandum).
2.Dengan mengetahui pentingnya hal-hal
tersebut semoga para mahasiswa calon tenaga pendidikan dapat
mengimplementasikannya dalam kehidupan mendatang.
3.Tak dipungkiri, pembuatan makalah
ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pedagogik.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil
dari pembuatan makalah ini adalah:
1.
Semoga
makalah ini dapat menjadi referensi dalam pembuatan makalah selanjutnya.
2.
Dapat
menjadikan mahasiswa terutama calon pendidik menjadi lebih mengetahui dan mengerti
akan aspek-aspek yang terdapat dalam lingkungan pendidikan.
3.
Dapat
memberikan pengetahuan lebih terutama dalam mata kuliah Pedagogik.
BAB II
PEMBAHASAN
.
2.1
Pendidikan Hanya untuk Manusia
Manusia
sebagai animal educandum, secara bahasa berarti bahwa manusia merupakan
hewan yang dapat dididik dan harus mendapat pendidikan.Dari pengertian tersebut
secara tidak langsung menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara manusia
dengan hewan, ialah manusia dapat dididik dan harus mendapat pendidikan.
1.
Manusia dan Hewan
Pada
dasarnya hewan berperilaku hanyalah berdasarkan atas insting atau
nalurinya.Hewan tidak dapat membedakan perbuatan baik ataupun buruk, mana
perbuatan bermoral maupun tidak bermoral.Hewantidak memiliki hati nurani tidak
mampu memiliki nilai-nilai, tidak memiliki perasaan. Hewan tidak akan memiliki
perasaan, bagaimana pun manusia berusaha menyampaikannya pada hewan tersebut.
Beberapa ekor hewan mungkin dapat dilatih untuk mengenal tanda-tanda
(signal-signal) tertentu, sehingga tanda-tanda tersebut dapat dikenali oleh
hewan dengan hasil berupa gerakan-gerakan mereka.Namun, gerakan-gerakan
tersebut hanyalah gerakan yang terjadi mekanis, secara otomatis saja.Kita tidak
dapat menyimpulkan bahwa gerakan tersebut merupakan hasil berpikir dari hewan
tersebut.
Hasil berpikir secara intelektual melibatkan simbol-simbol. Hewan dapat dilatih
mengenal tanda-tanda melalui latihan secara terus-menerus, tetapi hewan tidak akan
memahami simbol-simbol, seperti bahasa. Berbeda dengan manusia yang
berkemampuan berkomunikasi melalui simbol-simbol.
Manusia dengan hewan memiliki beberapa persamaan dalam struktur fisik dan
perilakunya.Secara fisik, manusia dan hewan, khususnya hewan menyusui dan
bertulang belakang, memiliki perlengkapan prinsipal tidak terbatas perbedaan.
Pendidikan pada hakikatnya
akan berusaha untuk mengubah perilaku. Teteapi perilaku mana yang dapat
terjangkau oleh pendidikan, karena hewan pun adalh makhluk yang
berperilaku.Dalam hal ini Prof. Khonstam mengemukakan beberapa jenis perilaku
dari berbagai makhluk sebagai berikut.
1) Anorganis,yaitu suatu gerakan yang
terjadi pada benda-benda mati, tidak bernyawa. Gerakan ini ditentukan atau tergantung
kepada hukum kausal (sebab-akibat).manusia dilempar dari gudung bertingkat tiga
misalnya, ia akan jatuh kebawah, sama halnya seperti kita melempar batu (benda
mati). Hal iini terjadi karena adanya gaya tarik bumi.
2) Organis/nabati, yaitu yang terjadi
pada tumbuh-tumbuhan. Manusia dan hewan sama-sama memiliki perilaku ini,
manusia maupun hewan bernapas, tumbuhan juga bernapas.Dalam tubuh hewan dan
tumbuhan terjadi peredaran zat-zat maanan, seperti halnya juga terjadi pada
tumbuh-tunbuhan.gerakan ini terjadi secara otomatis tidak perlu
dipelajari.Setiap makhluk hidup dengan sendirinya memiliki gerakan nabati ini.
3) Hewani, perilaku ini lebih tinggi
derajatnyadari perilaku nabati. Perilaku ini bersifat inspiratif (seperti
insting lapar, insting seks, insting berkelahi), dapat diperbaiki sampai taraf
tertentu, dan dapat memiliki kesadaran indra, di mana manusia an hewan dapat
mengamati lingkungan karena memiliki alat indra.
4) Manusiawi, meripakan perilaku yang
hanay terdapat pada manusia. Adapun perilaku ciri-ciri ini adalah:
a.
Manusia
berkemampuan untuk menguasai hawa nafsu.
b. Manusia memiliki kesadaran
intelektual, ia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, ejadikan
manusia makhluk berbudaya.
c.
Manusia
memiliki kesadaran diri, dapat menyadari sifat-sifat yang ada pada dirinya,
manusia dapat mengadakan introspeksi.
d. Manusia adalah makhlluk sosial,
membutuhkan orang lain untuk hidupbersama-sama, berorganisasi dan bernegara.
e.
Manusia
memiliki bahasa simbolis, baik tertulis maupun secara lisan.
f.
Manusia
dapat menyadari nilai-nilai (etika maupun estetika) dan dapat berbuat sesuai
nilai-nilai trsebut, dan memiliki kata hati.
Ciri-ciri
tersebut diatas sama sekali tidak dimiliki oleh hewan, yang dengan cirri-ciri
itu lah manusia dapat dididik, dapat memperbaiki perilakunya, dalam bentuk
suatu pribadi yang utuh.
5) Mutlak, dimana manusia dapat
berkomunikasi dengan Maha pencipta. Manusia dapat menghayati mkehidupan
beragama, yang merupakan nilai yang paling tinggi dalam kehidupan manusia.
Dari segi pendidikan, lapisan perilaku yang menjadi garapan pendidikan ialah
lapisan manusiawi dan lapisan mutlak.Lapisan manusiawi sebagian besar
menyangkut dimensi kejiwaan dan psikis, sedangkan lapisan mutlak menyangkut
kehidupan spiritual. Dimensi kejiwaan meliputi aspek kognitif, afektif atau
emosional serta aspek psikomotoris
Sehingga dalam hal ini, jelas bahwasanya hewan tidak dapat dididik dan tidak
memungkinkan untuk menerima pendidikan, sehingga tidak mungkin dapat dilibatkan
dalam proses pendidikan karena hewan seperti yang sudah dijelaskan bahwa hewan
hanya memiliki insting namun tidak memiliki akal. Hanya manusialah yang dapat
dan memungkinkan menerima pendidikan, karena manusia memiliki dilengkapi dengan
akal.
2.
Mengapa Manusia Harus Dididik
Beberapa
asumsi yang memungkinkan manusia harus dididik dan memperoleh pendidikan,
yaitu:
a.
Manusia
dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya. Manusia begitu lahir ke dunia, perlu
mendapatkan uluran orang lain (ibu dan ayah) untuk dapat melangsungkan hidup
dan kehidupannya.
b. Manusia lahir tidak langsung dewasa,
untuk sampai pada kedewasaan itu sendiri memerlukan proses yang panjang dan
waktu yang lama. Dalam mengarungi kehidupan dewasa, manusia perlu
dipersiapkan.Bekal tersebut dapat diperoleh dengan pendidikan.
c. Manusia (anak
didik) hakikatnya adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya ini
akan terjadi hubungan pengaruh timbal balik dimana setiap individu akan
menerima pengaruh dari individu yang lainnya. Sebab itu, maka sosialitas
mengimplikasikan bahwa manusia akan perlu dididik.
Manusia
merupakan makhluk yang dapat dididik, memungkinkan untuk memperoleh
pendidikan.Manusia merupakan makhluk yang harus dididik, karena manusia lahir
dalam keadaan tidak berdaya, lahir tidak langsung dewasa.Manusia adalah makhluk
sosial yang membutuhkan interaksi dengan sesamanya.
3.
Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Dididik
Manusia belum
selesai menjadi manusia, ia dibebani keharusan untuk menjadi manusia, tetapi ia
tidak dengan sendirinya menjadi manusia, untuk menjadi manusia ia perlu dididik
dan mendidik diri. ”Manusia dapat menjadi manusia hanya melalui pendidikan”,
demikian kesimpulan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya (Henderson, 1959).
Peryataan tersebut sejalan dengan hasil studi M.J. Langeveld yang memberikan
identitas kepada manusia dengan sebutan ”animal Educandum” atau
hewan yang perlu didik dan mendidik diri (M.J.Langeveld, 1980)
N. Drijakarya
S.J. (1986) menyatakan bahwa manusia mempunyai atau berupa dinamika (manusia
sebagai dinamika), artinya manusia tidak pernah berhenti selalu dalam
keaktifan, baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya. Dinamika mempunyai arah
horisontal (ke arah sesama dan dunia) maupun kearah transedental (kearah Yang
Mutlak).Karena itu dinamika manusia mengimplikasikan bahwa ia akan dapat
dididik.
Manusia (anak
didik) hakikatnya adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya ini
akan terjadi hubungan pengaruh timbal balik dimana setiap individu akan
menerima pengaruh dari individu yang lainnya. Sebab itu, maka sosialitas
mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
Ada 4 prinsip
antropologis yang melandasi kemungkinan manusia akan dapat dididik, yaitu :
1. Prinsip Potensialitas
2. Prinsip Dinamika
3. Prinsip Individualitas
4.
Prinsip
Sosialitas
2.2
Anak Manusia dalam Kondisi Perlu Bantuan
Dalam
perjalanan hidupnya, anak manusia masih harus belajar untuk ”hidup”, adapun hal
tersebut mengimplikasikan adanya ketergantungan dan perlunya anak memperolah
bantuan dari orang dewasa. Bagi anak manusia, insting, nafsu, dan semua potensi
itu belum mencukupi untuk dapat langsung menjalani dan mengahadapi kehidupan
serta untuk dapat mengatasi semua masalah dan tantangan dalam hidupnya. Untuk
dapa mewujudkan semua potensinya itu, anak manusia mempunyai ketergantungan
kepada orang dewasa.
1.
Manusia Lahir Tidak Berdaya
a. Manusia memiliki Kelebihan
b. Manusia belum belum dapat menolong
dirinya sendiri.
c. Manusia dilahirkan dalam lingkungan
manusiawi.
2. Dunia Manusia sebagai Dunia Terbuka
a. Manusia belum siap menghadapi
kehidupan
b. Manusia mampu menggunakan alat
c. Manusia sebagai makhluk yang dididik
2.3
Dasar dan Ajar
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perkembangan Manusia
Anak manusia sejak dilahirkan
berkembang terus hingga mati.Perkembangan anak manusia itu meliputi
perkembangan fisik dan psikis, berlangsung secara teratur dan terarah menuju
kedewasaannya. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan anak,
adalah sebagai berikut:
a.
Faktor
Keturunan
Anak memiliki warisan sifat-sifat bawaan yang berasal dari
kedua orang tuanya, merupakan potensi tertentu yang sudah terbentuk dan sukar
diubah.Menurut H.C. Witherington dalam Abu Ahmadi (2001). Hereditas adalah
proses penurunan sifaf-sifat atau ciri-ciri tertentu, dari satu generasi
kegenerasi lain dengan perantaraan sel benih. Pada dasarnya yang diturunkan itu
adalah struktur tubuh, jadi apa yang diturunkan orang tua kepada anak-anaknya
berdasar perpaduan gen-gen yang pada umumnya hanya mencakup sifat atau
ciri-ciri atau sifat orang tua yang diperoleh dari lingkungan atau hasil
belajar dari lingkungan.
b.
Faktor
Lingkungan
Lingkungan disekitar manusia dapat digolongkan kepada dua
jenis, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik.Lingkungan abiotik adalah
lingkungan makhluk tidak bernyawa seperti abtu, air, hujan, tanah dan musim.Itu
semua dapat mempengaruhi kehidupan mansuia. Lingkungan biotik adalah lingkungan makhluk hidup
bernyawa terdiri dari tiga jenis yaitu lingkungan nabati, lingkungan hewani,
dan lingkungan manusia (sosial, budaya dan spiritual).Lingkungan sosial
meliputi bentuk hubungan sikap atau tingkah laku manusia.Lingkungan budaya
meliputi adat istiadat, bahasa, norma-norma dan peraturan yang
berlaku.Lingkungan spiritual meliputi agama dan keyakinan.
c.
Faktor
Diri
Guru harus memahami faktor diri yang merupakan faktor
kejiwaan kehidupan seorang anak. Faktor-faktor ini dapat berupa emosi,
motivasi, integrasi, sikap dan sebagainya.Beberapa ciri perkembangan kejiwaan anak SD dikemukakan oleh Abu Ahmadi
(2001) sebagai berikut:
1. Pertumbuhan fisik dan
motorik maju pesat
2. Kehidupan sosial
diperkaya dengan kemampuan bekerjasama dan bersaing dalam kehidupan kelompok
3. Mempunyai kemampuan
memahami sebab akibat
2. Aliran-aliran Pendidikan
Pembawaan/dasar (nature) atau pendidikan/ajar
memiliki 3 aliran pokok, yaitu:
1)
Nativisme
Tokoh aliran nativisme adalah
Schoupenhauer. Penganut teori ini berasumsi bahwa setiap individu (anak)
dilahirkan kedunia dengan mmbawa bakat atau potensi yang merupakan faktor
turunan yang berasal dari orang tuanya. Bakat atau potensi ini diyakini menjadi
faktor penentu perkembangan individu selanjutnya setelah ia dilahirkan. Teori
ini dikenal sebagai teori yang pesimistik terhadap peranan ajar/pendidikan (nature).
2)
Empirisme
Tokoh aliran empirisme antara lain John
Locke dan J.B. Watson. Mereka berasumsi bahwa setiap anak dilahirkan ke dunia
dalam keadaan bersih ibarat papan tulis yang belum ditulisi. Mereka tidak
percaya kepada faktor bakat atau potensi yang merupakan turunan atau hereditas
sebagai penentu perkembangan individu (anak didik).
Implikasi teori empirisme terhadap
pendidikan yakni memberikan kemungkinan sepenuhnya bagi pendidik
(pendidikan/ajar/nurture) untuk dapat membentuk kepribadian anak didik,
tanggung jawab pendidikan sepenuhnya ada di pihak pendidik
3)
Konvergensi
Tokoh aliran ini antaralain, William
Stern.Penganut aliran ini berasumsi bahwa perkembanga individu ditentukan baik
oleh faktor bakat/potensi yang merupakan turunan maupun oleh faktor
lingkungan/pengalaman. Implikasi teor ini terhadap pendidikan yakni, bahwa
perkembangan anak didik mendapat pengaruh baik dari bakat bawaan maupun dari
lingkungan, termasuk dari pendidik
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Manusia
sejak lahir telah dibekali dengan sejumlah potensi.Potensi adalah kemampuan, kesanggupan,
daya yang menjadi modal bagi manusia tersebut agar kelak siap mandiri dalam
menjalani kehidupan di lingkungan di mana dia berada.
M.J. Langeveld yang memandang manusia sebagai
'animal educandum' yang mengandung makna bahwa manusia merupakan mahkluk yang
perlu atau harus dididik. Manusia merupakan makhluk yang perlu di didik, karena
manusia pada saat dilahirkan kondisinya sangat tidak berdaya sama sekali.
Seorang bayi yang baru dilahirkan, berada dalam kondisi yang sangat memerlukan bantuan,
ia memiliki ketergantungan yang sangat besar. Padahal nanti kelak kemudian hari
apabila ia telah dewasa akan mempunyai tugas yang besar yakni sebagai khalifah
dimuka bumi. Kondisi seperti ini jelas sangat memerlukan bantuan dari orang
yang ada disekitarnya.Bantuan yang diberikan itulah awal kegiatan pendidikan.
Sesuai dengan tugas yang akan diembannya nanti dikemudian hari, dibalik
ketidakberdayaan atau ketergantungan yang lebih dari binatang. Hanya
kemampuan-kemampuan tersebut masih tersembunyi, masih merupakan potensi-potensi
yang perlu dikembangkan.Disinilah perlunya pendidikan dalam rangka
mengaktualisasikan potensi-potensi tersebut, sehingga menjadi kemampuan
nyata.Dengan bekal berbagai potensi itulah manusia dipandang sebagai mahkluk
yang dapat di didik.Bertolak dari pandangan tersebut, secara implicit terlihat
pula bahwa tidak mungkin manusia dipandang sebagai mahkluk yang harus di didik,
apabila manusia bukan mahkluk yang dapat di didik.
DAFTAR
PUSTAKA
Sadulloh
Uyoh. 2014. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung. Alfabeta
LANDASAN
FILOSOFIS, LANDASAN SOSIOLOGIS, LANDASAN PSIKOLOGIS
DISUSUN OLEH :
1. EVA
WULANDARI 16210
2. JEKLIS
ARIYANI 1621020
3. MELTIA SARI 1621021
4. RIZKY
PUTRI DWI DINANTI 1621033
DOSEN
PEMBIMBING: M. Doni
Sanjaya,
M.Pd.
PROGRAM STUDI BAHASA, SASTRA
INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BATURAJA
2016
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ‘’Keterampilan
Menyimak’’
ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan memenuhi salah satu tugas
yang diberikan dosen pembimbing mata kuliah Keterampilan Menyimak.
Demikianlah
makalah ini Kami
buat berdasarkan sumber-sumber yang ada, kami juga menyadari, masih ada banyak
kekurangan di dalam penulisan makalah ini. Sehingga perlulah bagi Kami, dari para pembaca untuk
memberikan saran yang membantu supaya makalah ini mendekati lebih baik. Atas
perhatian anda semuanya, kami ucapkan terima kasih.
Baturaja, 26 September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
pengantar ................................................................................................ 1
Daftar isi
.......................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang...................................................................................... 3
B.
Rumusan Masalah................................................................................. 4
C.
Tujuan Penulisan................................................................................... 2
D.
Manfaat pembuatan makalah................................................................ 6
BAB II PEMBAHASAN
A.
Mendeskripsikan Landasan filosofis pendidikan ................................ 7
B.
Mendeskripsikan landasan sosiologis................................................... 8
C.
Menjelaskan
landasan sosiologis 9
BAB III KESIMPULAN
A.
Kesimpulan........................................................................................... 13
B.
Saran..................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Pendidikan
sebagai
usaha
sadar yang
sistematik-sistematik selalu bertolak dari sejumlah landasan serta mengindahkan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan
sangat
penting ,karena
pendidikan
merupakan
pilar
utama
terhadap
pengembangan
manusia
dan masyaraka suatu bangsa tertentu.
Untuk Indonesia pendidikan diharapkan mengusahakan pembentukan manusia Pancasila sebagaiman
usia
pembangun yang tinggi
kualitasnya
dan
mampu
mandiri. Landasan-landasan
pendidikan
tersebut
akan
menjadikan
pijakan dana rah terhadap
pembentukan
manusia
indonesia, dan serentak dengan itu, mendukung
perkembangan
masyarakat, bangsa
dan
negara.
Beberapa
diantara
landasan
pendidikan
tersebut
adalah
landasan
filosofi, sosiologis, dan
psikologis, yang sangat
memegang
peranan
penting
dalam
menentukan
tujuan
pendidikan. Dengan
wawasan
pendidikan yang tepat, akan
dapat
member
peluang yang lebih
besar
dalam
merancang
dan
menyelenggarakan program
pendidikan yang tepat wawasan itu akan member perspektif yang lebih
luas
terhadap
pendidikan, baik
dalam
aspek
konsep
tua
maupun
operasional.
B. RumusanMasalah
1. Apayang dimaksuddenganlandasanfilosofipendidikan?
2. Apayang dimaksuddenganlandasansosiologis?
3. Apa yang dimaksuddenganlandasanpsikologis?
C. TUJUAN
1. Untukmengetahuiapapengertianlandasanfilosofipendidikan
2. Untukmengetahuiapapengertianlandasansosiologis
3.
Untukmengetahuiapapengertianlandasanpsikologis
D. MANFAAT PEMBUATAN MAKALAH
2.
Menerapkan ilmu pengetahuan yang
dipelajari untuk disimpulkan dilapang
3.
Membuka pikiran untuk memahami permasalahan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian landasan filosofis pendidikan
Landasan filosofi smerupakan landasan yang berkaitan
dengan
makna
atau
hakikat
pendidikan, yang berusaha
menelaah
masalah-masalah
pokok
seperti: Apakah
pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, apa yang seharus
nya
menjadi
tujuannya, dan
sebagainya. Landasan
filosofis
adlah
landasan yang berdasarkan
atau
bersifat
filsafat (falsafat,
falsafah). Kata filsafat (philosophy)
bersumber dari bahasaYunani, philen berarti mencintai, danSophos atau sophis berarti hikmah, arif, atau
bijaksana. Filsafat
menelaah
sesuatu
secara
radikal, menyeluruh
dan
dunia.
Tinjauan filosofis tentang sesuatu ,
termasuk pendidikan, berarti berfikir bebas serta merentang pikiran sampai
sejauh-jauhnya tentang sesuatu itu. Penggunaan istilah filsafat dapat dalam dua
pendekatan, yaitu
1. Filsafat
sebagai kelanjutan dan brfikir ilmiah
2. Filsafat
sbagai kajian khusus yang formal, yang mencakup logika,epistemologi, etika,
estetika, metafisika.
A.
Pengertian
tentang landasan filosofis
Terdapat
kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba
merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat. Sedangkan pendidikan
mewujudkan citra itu. Rumusan tentang harkat martabat manusia beserta
masyarakatnya ikut menentukan tujuan dan cara-cara menyelenggarakan pendidikan,
dan dari sisi lain pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia. Filsafat
pendidikan berupaya menjawab secara kritis dan mendasar sebagai pertnyaan pokok
sekitar pendidikan, seperti apa, mengapa, kemana, dan bagaimana dan sebagainya
dari pendidikan itu.
Peranan filsafat dalam bidang pendidikan tersebut berkaitan
dengan hasil kajian antara lain:
1. Keberadaan
dan kedudukan manusia sebagai makhluk didunia ini.
2. Masyarakat
dan kebudayaan nya
3. Keterbatasan
manusia sebagai makhluk hidup yang banyak menghadapi tantangan
4. Perlunya
landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat pendidik
Berikut ini
aliran-aliran filsafat pendidikan, yaitu:
1. Idealisme
2. Realisme
3. Perenialisme
4. Esensialisme
5. Pragmatisme
6. Eksistensialisme
Aliran filsafat yang bercorak
keagamaan ikut pula mempengaruhi
pemikiran tentang pendidikan, baik pada
permulaan filsafat yunani kuno
maupun pada era pengaruh filsafat yang
dipengaruhi agama hindu.
Selanjutnya
perlu dikemukakan secara ringkas emapat mazhab filsafat penddikan yang besar
pengaruhnya dalam pemikiran dalam penyelenggaraan pendidikan, yaitu:
1.
Esensialisme
Merupakan
mazhab filsfat pendidikan yang menerapkan
prinsip idealisme dan
realisme secara eklektis.
Menurut mazhab
esensialisme yang termasuk the liberal arts, yaitu:
1. Penguasaan
bahasa termasuk retorika
2. Gramatika
3. Kesusasteraan
4. Filsafat
5. Ilmu
kealaman
6. Matematika
7. Sejarah
8. Seni
keindahan
2.
Perenialisme
Oleh
karena itu dinamakan perenialisme karena kurikulumnya
berisi materi yang
konstan tau perenial. Prinsip pendidikn antara lain:
1. Konsep
pendidikan bersifat abadi, karena hakikat manusia tak pernah berubah
2. Inti
pendidikan haruslah mengembangkan kekushusan makhluk manusia yang unik
3. Tujuan
belajar ialah mengenal kebenaran abadi dan universal
3.
Pragmatisme
dan progrevisisme
Manusia akan mengalami perkembangan
apabila
berinteraksi
dengan lingkungan sekitar berdasarkan pemikiran. Progresivisme mengembangkan teori
pendidikan yang mendasarkan diri pada beberapa prinsip, antara lain:
1. Anak
harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar
2. Pengalaman
langsung merupakan cara terbaik untk merangsang minat belajar
3. Guru
harus menjadi seorang penelii dan pembimbing dalam kegiatan belajar.
4 .
Rekonstruksionisme
Suatu
kelanjutan yang logis dari secara berfikir progresif dalam pendidikan. Individu
tidak hanya belajar tentang pengalaman-pengalaman kemasyarakatan masa kini
disekolah, tetapi haruslah memelopori masyaraat baru yang diinginkan.
B.
Pancasila
sebagai landasan filosofis sistem pendidikan nasional
Pasal 2 UU-RI No. 2
Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan Nasional berdasarkan pancasila dan
undang-undang dasar 1945. Yang menegaskan bahwa pembangunan nasional termasuk
dibidang pendidikan, adalah pengamalan pancasila, dan untuk itu pendidikan
nasional mengusahakan antara lain: pembentukan manusia pancasila sebagai
manusia pembangunan dan tinggi kualitasnya dan mampu mandiri. Dengan kata lain:
pancasila sebagai sumber sistem nilai dalam pendidikan.
B.
Menjelasakan
landasan sosiologis
Manusia
selalu hidup berkelompok, sesuatu yang juga terdapat pada makhluk hidup lainya,
yakni hewan. Meskipun demikian pengelompokan manusia jauh lebih rumit daripada
pengelompokan hewan. Pada hewan, hidup berkelompok memiliki ciri-ciri(wayan
ardhana 1968: modul 1/62)sebagai berikut :
a. Ada
pembagian kerja yang tetap pada anggotanya
b. Ada
ketergantungan antara anggota
c. Ada
krjasama antara anggota
d. Ada
komunikasi antara anggota
e. Ada
diskriminasi antar individu yang hidup dalam suatu kelompok dengan individu
yang hidup dalam kelompok lain.
Sosiologi
lahir dalam abad ke-19 di eropa, karena pergeseran pangan tentang masyarakat ,
sebagai ilmu empiris yang memperoleh akan yang kukuh. Sosiologi sebagai ilmu yang
otonom dapat lahir karena terlepas dari pengaruh filsafat. Nama sosiologi untuk
pertama kali digunakan oleh August comte(1798-1857) pada tahun 1839, sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan positif yang mempelajari masyarakat. Sosiologi
mempelajari berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam mobilitas sosial.
1.
Pengertian
tentang landasan sosiologis
Kegiatan pendidikan
merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan dua generasi.
Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial didalam
sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan
meliputi empat bidang:
1. Hubungan
sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain
2. Hubungan
kemanusiaan disekolah
3. Pengaruh
sekolah pada perilaku anggotanya
4. Sekolah
dalam komunitas, yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok
sosial lain didalam komunitasnya.
Kajiaan
sosiologi tentang pendidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur pendidikan. Baik pendidikan
sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Selamjutnya, disamping sekolah dan
keluarga, proses pendidikan juga sangat dipengaruhi oleh berbagai kelompok
sosial dalam msyarakat. Seperti kelompok agama’an, organisasi pemuda dan
pramuka, dll.
Paparan
tersebut menyoroti terutama pengaruh masyarakat terhadap pendidikan, mulai dari
keluarga, kelompok sebaya. Dari sisi lain yang tidak kalah pentingnya adalah
pengaruh pendidikan terhadap masyarakat. Tentang hal ini terdpat persoalan
klasik yang telah dikaji sejak dulu. Pemasalah yang dimaksud adalah dalam kaitanya
dengan tujuan pendidikan, yakni yang harus dapat penekanan.
2.
Masyarakat
indonesia sebagai landasan sosiologis sistem pendidikan nasional
Masyarakat mencakup
sekelompok orang yang berinteraksi antar sesamanya, saling tergantung dan
terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama. Masyarakat sebagai kesatuan
hidup memiliki cicri utama antara lain:
a. Ada
interaksi antar warga-warganya
b. Pola
tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat,norma,hukum dan aturan-aturn
c. Ada
rasa identitas kuat yang mengikat pada warganya
Masyarakat indonesia
masih ditandai oleh dua ciri yang unik, yakni:
1. Secara
horizontal ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial atau kounitas
berdasarkan perbedaan suku, agama, adat istiadat.
2. Secara
vertikal ditandai oleh adanya perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas,
menengah dan lapisan rendah.
Pada
zaman penjajahan sifat dasar masyarakat indonesia yang menonjol antara lain:
1. Terjadi
segmentasi kedalam bentuk kelompok sosial atau golongan sosial jajahan yang
seringkali memiliki sub-kebudayaan sendiri.
2. Memilik
struktur sosial yang terbagi-bagi
3. Terdapat
saling ketergantungan dibidang ekonomi
4. Secara
relatif integrasi sosial sukar dapat tumbuh.
Masyarakat
indonesia setelah kemerdekaan, utamya pada jaman pmerintahan orde baru telah
mengalami banyak perubahan. Sebagai masyarakat majemuk, maka komunitas dengan
ciri-ciri unik baik secara horizontal maupun fertikal masih dapat di temukan.
Demikian pula halnya dengan sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan belum
terhapus seluruhnya. Namun dengan politik yang kuat menjadi satu masyrakat
bangsa indonesia serta dengan kemajuan dlam berbagai bidang pembangunan,
utamanya dalam pendidikan politik, maka sisi ketunggalan dari”BhinikaTtunggal
Ika” makin mencuat.
C.
Landasan
psikologis
Pendidikan
selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis
merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan . pada
umumnya landasan psikologis dari pendidikan tersebut terutama tertuju pada
pemahaman manusia, khususnya tentang proses perkembangan dan proses belajar.
a. pengertian tentang landasan
psikologi
pemahaman
peserta didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan, merupakan salah satu
kunci keberhasilan pendidikan. Oleh
karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapanya
dalam bidang pendidikan, umpama pengetahuan tentang aspek-aspek pribadi,
urutan, dan cicri-ciri pertumbuhan setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara
paling tepat untuk mengembanganya. Perbedaan individual terjadi karna adanya
perbedaan berbagai aspek kejiwaan antar peserta didik, bukan hanya yang
berkaitan dengan kecerdasan dan bakat.
Tetapi dan juga perbedaan pengalaman dan
tingkat perkembanganya.
BAB lll
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pendidikan
adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus tak terputus dari generasi
ke generasi dimanapun didunia ini. Pendidikan diselenggarakan berlandaskan
filsafat hidup serta berlandaskan sosiokultur setiap masyarakat, termasuk di
indonesia. Kajian ketiga lnadasa itu ( filosofis, sosiologis dan psikologi ).
Akan membekali setiap tenaga pendidikan dengan wawasan dan pengetahuan yang
tepat tentang bidang tugasnya. Landasan psikologis akan membekali tenaga
kependidikan dengan pema haman perkembangan peserta didik dan cara-cara
belajarnya. Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna
atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok.
Sedangkan landasan sosiologi merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial
dan pola-pola interaksi sosial dalam pendidikan.
B.Saran
Semoga
dengan membaca dan mempelajari makalah ini kita semua dapat memahami
landasan-landasan yang ada dalam pendidikan. Serta kita mampu mengetahui apa
definisi dari landasan sosiologis, psikologis, dan filosofis. Semoga kita dapat
menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari.
MAKALAH
EMPAT PILAR PENDIDIKAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH : KELOMPOK 5
1.
AYU UGIK PANGESTI 16
21 032
2.
YAYUK TRI WINARSIH 16
21 026
3.
RIKA RESTU MARIYANTI 16
21 033
4.
RIA 16
21
GURU PEMBIMBING : M. DONI SANJAYA,
M.Pd
PEROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA,SASTRA INDONESIA
DAN
DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BATURAJA
2016
Kata
Pengantar
Puji dan syukur kami haturkan ke
hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah. Makalah ini berisi tentang empat
pilar pendidikan yang harus di terapkan dalam metode pembelajaran, agar
pendidik dapat lebih efektif dalam pembelajaran. Dalam pembuatan makalah ini,
banyak kesulitan yang kami alami terutama di sebabkan oleh kurangnya pengetahuan.
Namun berkat bimbingan dan bantuan dari semua pihak akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Oleh karena itu, kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak khususnya dosen pembimbing, yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Makalah yang kami buat ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran agar
makalah ini menjadi lebih baik serta berdaya guna di masa akan datang.
Batumarta, september 2016
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C. Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II pembahasan............................................................................................. 3
A. Makna Empat Pilar Pendidikan........................................................... 3
..... 1.
Belajar untuk menguasai................................................................. 3
..... 2. Belajar
untuk menerapkan............................................................... 6
..... 3.
Belajar untuk hidup bersama........................................................... 7
..... 4.
Belajar untuk menjadi..................................................................... 8
B. Garas besar makna empat pilar
pendidikan......................................... 9
BAB III PENUTUP........................................................................................... 11
A.
KESIMPULAN ................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam upaya meningkatkan kualitas
suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan.
Peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu bangsa, bagaimanapun mesti
diprioritaskan. Sebab
kualitas pendidikan sangat penting artinya, karena hanya manusia yang
berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan. Manusia yang dapat
bergumul dalam masa dimana dunia semakin sengit tingkat kompetensinya adalah
manusia yang berkualitas. Manusia demikianlah yang diharapkan dapat
bersama-sama manusia yang lain turut bepartisipasi dalam percaturan dunia yang
senantiasa berubah dan penuh teka-teki (Isjoni,
2008:vii).
Berangkat
dari pemikiran tersebut, Persarikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization)
mencanangkan empat pilar pendidikan, yakni: (1)
Learning to know, (2) Learning to do, (3) Learning to live together, dan (4) Learning to be. Berikut ini
akan kami sampaikan ulasan mengenai ke empat pilar pendidikan tersebut.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang tersebut makalah ini mengkaji masalah sebagai berikut:
1.
Apa itu makna empat pilar pendidikan?
2.
Apa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman empat
pilar pendidikan?
C.
TUJUAN
1.
Mendeskripsikan dan menjelaskan empat pilar
pendidikan.
2.
Mendeskripsikan kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman pada empat pilar pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MAKNA EMPAT PILAR PENDIDIKAN MENURUT UNESCO
1.
Learning to
Know (belajar
untuk menguasai)
Tidak hanya
memperoleh pengetahuan tapi juga menguasai teknik memperoleh pengetahuan
tersebut. Pilar ini berpotensi besar untuk
mencetak generasi muda yang memiliki kemampuan intelektual dan akademik yang tinggi.
Secara
implisit, learning to know bermakna belajar
sepanjang hayat (Life long education).
Asas belajar sepanjang hayat bertitik tolak atas keyakinan bahwa proses
pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik didalam maupun diluar
sekolah. Sehubungan dengan
asas pendidikan seumur hidup berlangsung seumur hidup, maka
peranan subjek manusia untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara
wajar merupakan kewajiban kodrati manusia.
Dengan kebijakan tanpa
batas umur dan batas waktu untuk belajar, maka kita mendorong supaya tiap
pribadi sebagai subjek yang bertanggung jawab atas pedidikan diri sendiri
menyadari, bahwa:
1)
Proses dan
waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam kandungan hingga manusia
meninggal.
2)
Bahwa untuk
belajar, tiada batas waktu. Artinya tidak ada kata terlambat atau terlalu dini
untuk belajar.
3)
Belajar/ mendidik
diri sendiri adalah proses alamiah sebagai bagian integral/ totalitas
kehidupan (Burhannudin Salam,
1997:207).
Menurut Isjoni (2008:47), guru adalah
orang yang identik dengan pihak yang memiliki tugas dan tanggung
jawab membentuk karakter generasi bangsa. Di tangan gurulah tunas-tunas bangsa
ini terbentuk sikap dan moralitasnya, sehingga mampu memberikan yang terbaik
untuk anak negeri ini di masa yang akan datang.
Guru memiliki peranan yang sangat
penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang
dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan
secara saksama dalam meningkatkan
kemampuan belajar bagi siswanya, dan memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini
menuntut perubahan-perubahan dalam pengorganisasian kelas, penggunaan metode
mengajar, strategi belajar-mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam
mengelola proses belajar-mengajar.
Guru bisa
dikatakan unggul dan profesional bila mampu
mengembangkan kompetensi individunya dan tidak banyak bergantung pada orang
lain.
Konsep learning to know ini menyiratkan makna
bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai berikut:
a.
Guru
berperan sebagai sumber belajar
Peran ini berkaitan penting dengan
penguasaan materi pembelajaran. Dikatakan guru yang baik apabila ia dapat
menguasai materi pembelajaran dengan baik, sehingga benar-benar berperan sebagi
sumber belajar bagi anak didiknya.
b. Guru sebagai Fasilitator
Guru berperan memberikan pelayanan
memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.
c.
Guru sebagai
pengelola
Guru berperan menciptakan iklim blajar yang memungkinkan siswa dapat
belajar secara nyaman. Prinsip-prinsip
belajar yang harus diperhatikan guru dalam pengelolaan pembelajaran, yaitu:
a) Sesuatu yang dipelajari siswa, maka siswa harus
mempelajarinya sendiri.
b) Setiap siswa yang belajar memiliki kecepatan
masing-masing.
c) Siswa akan belajar lebih banyak, apabila setiap
selesai melaksanakan tahapan kegiatan diberikan reinforcement.
d) Penguasaan secara penuh.
e) Siswa yang diberi tanggung jawab, maka ia akan lebih
termotivasi untuk belajar.
d. Guru sebagai
demonstrator
Guru berperan untuk menunjukkan
kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan
memahami setiap pesan yang disampaikan.
e.
Guru sebagai
pembimbing
Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu
bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan. Perbedaan
inilah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing.
a.
f. Guru sebagai
mediator
Guru selain dituntut untuk memiliki
pengetahuan tentang media pendidikan juga harus memiliki keterampilan memilih
dan menggunakan media dengan baik.
g.
Guru sebagai Evaluator
Yakni sebagai penilai hasil pembelajaran
siswa. Dengan
penilaian tersebut, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan,
penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan/ keefektifan metode
mengajar (Fakhruddin, 2010:49-61).
Kiat-kiat Agar Menjadi Guru Favorit menurut Fakhruddin (2010:97) yaitu:
a)
Sabar
b) Bisa menjadi
sahabat
c) Konsisten
dan komitmen dalam bersikap
d) Bisa menjadi
pendengar dan penengah
e) Visioner dan
misioner
f)
Rendah hati
g) Menyenangi
kegiatan mengajar
h) Memaknai
mengajar sebagai pelayanan
i)
Bahasa cinta
dan kasih sayang
j)
Menghargai proses
2.
Learning to
do (belajar untuk menerapkan)
Pendidikan
membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk
terampil berbuat/ mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang
bermakna bagi kehidupan. Sasaran dari
pilar kedua ini adalah kemampuan kerja generasi muda untuk mendukung dan
memasuki ekonomi industry (Soedijarto, 2010). Dalam
masyarakat industri tuntutan tidak lagi cukup dengan penguasaan keterampilan
motorik yang kaku melainkan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan
seperti “controlling, monitoring,
designing, organizing”. Peserta didik diajarkan untuk melakukan sesuatu dalam situasi konkrit yang
tidak hanya terbatas pada penguasaan ketrampilan yang mekanitis melainkan juga
terampil dalam berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain, mengelola dan
mengatasi suatu konflik. Melalui
pilar kedua ini, dimungkinkan mampu mencetak generasi muda yang intelligent
dalam bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi.
Sekolah
sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya memfasilitasi siswanya untuk
mengaktualisasikan ketrampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” dapat terealisasi. Secara umum,
bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan datang. Sedangkan minat adalah kecendrungan
dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap
sesuatu.
Meskipun
bakat dan minat anak dipengaruhi factor keturunan namun tumbuh dan
berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan . Lingkungan
disini dibagi menjadi dua yaitu:
1)
Lingkungan
social
Yang termasuk dalam lingkungan
social siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di
sekitar perkampungan siswa tersebut. Lingkungan
social yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar
ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.
2)
Lingkungan
nonsosial
Factor-faktor yang termasuk lingkungan
nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga
siswa dan letaknya, alat-alat belajar, dan keadaan cuaca. Faktor-faktor ini
dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa (Muhibbin
Syah, 2004:138).
Sekolah juga berperan penting dalam
menyadarkan peserta didik bahwa berbuat sesuatu begitu penting. Oleh karena
itulah peserta didik mesti terlibat aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas
sekolah. Tujuannya
adalah agar peserta didik terbiasa bertanggung jawab, sehingga pada akhirnya,
peserta didik terlatih untuk memecahkan masalah.
3.
Learning to
live together (belajar untuk dapat hidup bersama)
Kemajuan
dunia dalam bidang IPTEK dan ekonomi yang mengubah dunia menjadi desa global
ternyata tidak menghapus konflik antar manusia yang selalu mewarnai sejarah
umat manusia. Di zaman yang semakin kompleks ini,
berbagai konflik makin merebak seperti konflik nasionalis, ras dan konflik
antar agama. Apapun penyebabnya, semua konflik
itu didasari oleh ketidakmampuan beberapa individu atau kelompok untuk menerima
suatu perbedaan. Pendidikan
dituntut untuk tidak hanya membekali generasi muda untuk menguasai IPTEK dan
kemampuan bekerja serta memecahkan masalah, melainkan kemampuan untuk hidup
bersama dengan orang lain yang berbeda
dengan penuh toleransi, dan pengertian.
Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan dan
kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam keragaman tersebut
terdapat persamaan. Itulah sebabnya Learning
to live together menjadi pilar belajar yang penting untuk menanamkan jiwa
perdamaian.
4.
Learning to
be (belajar untuk menjadi)
Tiga pilar pertama ditujukan bagi lahirnya generasi muda yang mampu mencari
informasi dan/ menemukan ilmu pengetahuan, yang mampu melaksanakan tugas dalam
memecahkan masalah, dan mampu bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleran
terhadap perbedaan. Bila ketiganya berhasil dengan memuaskan akan menimbulkan
adanya rasa percaya diri pada masing-masing peserta didik.
Konsep learning to be perlu dihayati oleh
praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar memiliki rasa percaya diri yang
tinggi. Kepercayaan
merupakan modal utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat. Penguasaan
pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be) (Atika,
2010). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap
kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah
yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya
merupakan proses pencapain aktualisasi diri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
proses pendidikan menurut Djamal (2007:101) yaitu:
1) Motivasi
Yaitu kondisi fisiologi dan
psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorong untuk melakukan
aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan/ kebutuhan
2) Sikap
Sikap yaitu suatu kesiapan mental
atau emosional dalam berbagai jenis tindakan pada situasi yang tepat.
3) Minat
4) Kebiasaan
belajar
Berbagai hasil penelitian
menunjukkan, bahwa hasil belajar mempunyai kolerasi positif dengan kebiasaan
atau study habit. Kebiasan merupakan
cara bertindak yang diperoleh melalui belajar secara berulang-ulang, yang pada
akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis.
5) Konsep diri
Konsep diri adalah pandangan
seseorang tentang dirinya sendiri yang menyangkut perasaannya, serta
bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain.
Makna pilar
ke empat ini adalah muara akhir dari tiga pilar pendidikan diatas. Dengan pilar
ini , peserta didik berpotensi menjadi generasi baru yang berkepribadian mantap
dan mandiri (Aezacan, 2011).
B.
Garis Besar Mengenai ke Empat Pilar Pendidikan UNESCO
a.
Kekuatan
Ke empat pilar pendidikan tersebut
dirancang sangat bagus, dengan
tujuan yang bagus pula, dan sesuai dengan keadaan zaman sekarang yang
menuntut pesera didik tidak hanya diajarkan IPTEK, kemudian dapat bekerja sama
dan memecahkan masalah, akan tetapi juga hidup toleran dengan orang lain
ditengah-tengah maraknya perbedaan pendapat dimasyarakat. Dengan ke kempat pilar ini akan bisa tercapai pendidikan yang berkualitas.
b.
Kelemahan
Meskipun ke empat pilar pendidikan
ini dirancang sedemikian bagusnya, namun perlu diingat, masih banyak aspek
penghalang dalam pelaksanaan tersebut, seperti
kurangnya SDM guru yang benar-benar “mumpuni”, perbedaan pola pikir
setiap masyarakat atau daerah dalam memandang arti penting pendidikan, kemudian
ada lagi fasilitas, fasilitas yang masih minim akan sangat menghambat kemajuan
proses belajar mengajar, dan kendala-kendala lain.
c.
Peluang
Apabila pendidikan di Indonesia
diarahkan pada ke empat pilar pendidikan ini, maka pada gilirannya masyarakat
Indonesia akan menjadi masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat dunia.
d.
Ancaman
Ke empat pilar pendidikan UNESCO ini bisa menjadi bumerang bagi
peserta didik dan pengajar
apabila tujuan atau keinginan yang hendak dicapai tidak kunjung terwujud. Bisa
jadi akan muncul sikap pesimis dan putus asa kehilangan kepercayaan diri.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Pilar-pilar pendidikan tersebut
dirancang dengan sangat bagus dan dengan tujuan yang sangat bagus pula. Dengan mengaplikasikan pilar-pilar tersebut, diharapkan pendidikan yang
berlangsung di seluruh dunia termasuk Indonesia dapat menjadi lebih baik.
Namun masih
banyak aspek penghalang dalam pelaksanaan tersebut, baik mengenai SDM nya,
fasilitasnya, perbedaan pola pikir setiap masyarakat atau daerah dalam memandang arti
penting pendidikan, dan kendala-kendala lain.
Persoalan pendidikan merupakan
tanggung jawab kita bersama, karenanya tentu secara bersama-sama pula kita
mencari alternative pemecahannya. Mudah-mudahan ke empat pilar tersebut dapat
kita realisasikan dan akan nampak hasinya.
Mari melakukan introspeksi diri
sejauh mana kita
sudah melakukan yang terbaik untuk perubahan dan perbaikan terhadap persoalan
pendidikan yang melilit negeri ini. Satu harapan
kita semua, agar dunia pendidikan di Indonesia bisa menjadi lebih baik dan berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Djamal. (2007). Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Fakhrudin.
(2010). Menjadi Guru Faforit.
Yogyakarta: Diva Press.
Isjoni.(2008).
Guru Sebagai Motifator Perubahan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Isjoni.(2008). Memajukan
Bangsa dengan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Salam, B. (1997).
Pengantar Pedagogik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Syah, M. (2004). Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Atika Aziz (2010) “4 Pilar Pendidikan Menurut UNESCO” (online) tersedia:
Http://Atikatikaaziz.Blogspot.com.2010/09/4-pilar-pendidikan-menurut-unesco.html?m=1 (12 Maret
2012)
Aezacan (2011) “4 Pilar Pendidikan Menurut UNESCO” (online) tersedia: http://aezacan.wordpress.com (15 Maret 2012)
Soedijarto (2010) “Paradigma Pembelajaran Menjawab Tantangan Jaman”
(online) tersedia: http://www.ilmupendidikan.net/2010/03/16/paradigma-pembelajaran-menjawab-tantangan-jaman.php (12 Maret 2012)
BELAJAR
SEPANJANG HAYAT SERTA PILAR-PILAR DALAM PENDIDIKAN
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Presentasi
Mata kuliah Pengantar
Pendidikan
Oleh:
KELOMPOK 6
1. Eka Yuliansari (1621034)
2. Ellesi Endola Hasifa (1321070)
3.
Dwi Asyifa Sari (1621037)
4.
Meli Permatasari (1621040)
5.
Rusdiana (1321082)
6.
Vina Febrianto (1621082)
Dosen pengampu : M. Doni Sanjaya,
M.Pd.
PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA SASTRA,
INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BATURAJA
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
penulis sanjungkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan ridho dan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam penulisan
makalah ini, kami sebagai penulis banyak mendapat bimbingan dari dosen. Oleh
sebab itu, kami sebagai penulis mengucapkan terimakasih atas bimbingannya.
Makalah yang
kami susun ini membahas tentang belajar sepanjang hayat serta pilar-pilar yang
terdapat dalam proses pembelajaran, makalah ini kami buat dengan harapan agar
pembaca dapat mengetahui apa itu belajar sepanjang hayat serta pondasi penyusun
dalam proses pembelajaran. .
Apabila dalam
pembuatan makalah ini ada kekurangan kami selaku penulis meminta pengertiannya,
dikarenakan semua masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu kami sebagai
penulis mengharapkan kritik serta sarannya. Semoga makalah yang kami buat ini
dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
Baturaja, 11 November 2016
(Penulis)
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar.........................................................................................i
Daftar
Isi....................................................................................................ii
BAB
1 PENDAHULUAN
Latar
Belakang..........................................................................................1
Rumusan
Masalah...................................................................................1
Tujuan..........................................................................................................1
Manfaat........................................................................................................1
BAB
2 PEMBAHASAN
A.
Konsep Belajar Sepanjang
Hayat..........................................................2
B.
Definisi Belajar Sepanjang
Hayat.......................................................2
C.
Pilar-Pilar
Pembelajaran.....................................................................9
BAB 3 PENUTUP
Simpulan....................................................................................................13
Daftar
Pustaka...........................................................................................13
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi ALLAH SWT karena
berkat rahmat dan karunianya lah kita dapat menyelesaikan makalah ini,solawat
dan salam tak lupa kami junjungkan kepada junjungan kami Nabi Muhammad saw.kami
susun makalah ini sebagai analisa,dalam hal ini kami mohon apabila makalah ini
memiliki banyak kekurangan,karena pengetahuan kami dalam mata kuliah pengantar
pendidikan belum terlalu luas.Namun kami akan mempelajari mata kuliah tersebut
dengan kemampuan kami .Dengan tersusunnya makalah ini kami berharap agar kita
lebih bersikap terbuka secara individu maupun kelompok.
Kami berterima kasih kepada dosen
pengampu pengantar pendidikan karena telah membantu kami dalam mempelajari ilmu
kebahasaan lebih luas lagi,sehingga kami dapat mempelajari mata kuliah pengantar
pendidikan dan dapat menyelesaikannya tepat pada waktunya.kami sadar bahwa
makalah kami ini masih banyak kekurangan jadi kami mohon saran dan kritik dari
dosen pengampu dan pembaca.
Baturaja,9 oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................................v
DAFTAR ISI......................................................................................................................vi
BAB I
(Pendahuluan).........................................................................................................1
A.Latar Belakang Masalah..............................................................................................1
B.Rumusan Masalah........................................................................................................1
C.Tujuan..........................................................................................................................1
BAB II
(Pembahasan)........................................................................................................2
A.Pengertian Dilema
Sekolah.........................................................................................2
B.Fungsi Sekolah Sebagai
Pendidikan............................................................................3
C.Tujuan dan Prinsip
Pendidikan....................................................................................3-4
D.Multijalur dan
Multijenjang........................................................................................4-5
E.Reformasi Sekolah dan Hak
anak................................................................................5
BAB III
(Penutup)..............................................................................................................6
Kesimpulan........................................................................................................................6
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................................7
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendididkan formal yang
sering disebut pendidikan persekolahan, berupa rangkaian jenjang pendidikan
mulai dari SD, SMP, SMA, dan PT. Pendidikan nonformal lebih di fokuskan pada
pemberian keahlian atau skill guna terjun ke masyarakat. Mengenyam pendidikan
pada institusi pendidikan formal yang diakui oleh lembaga pendidikan negara
adalah sesuatu yang wajib di Indonesia.
Mulai dari anak tukang sapu jalan,anak jalanan, anak preman, anak
pedagang,anak pejabat,anak tani dan lain sebagainya diwajibkan
bersekolah,minimal 9 tahun lamanya hingga lulus smp. Fungsi sekolah sebagai
lembaga yaitu membantu keluarga,maka
sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperhalus
tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarganya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan Dilema Sekolah?
2. Jelaskan
yang dimaksud dengan Fungsi Sekolah Sebagai Lembaga Pendidikan?
3. Jelaskan
yang dimaksud Tujuan dan Prinsip Pendidikan?
4. Jelaskan
yang dimaksud Multijalur dan Multijenjang?
5. Jelaskan
yang dimaksud dengan Reformasi Sekolah dan Hak Anak?
C.
Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini antara lain:
1. Menjelaskan
Pengertian Dilema Sekoalah
2. Menjelaskan
Fungsi Sekolah Sebagai Lembaga Pendidikan
3. Menjelaskan
Tujuan dan Prinsip Pendidikan
4. Menjelaskan
Multijalur dan Multijenjang
5. Menjelaskan
Reformasi Sekolah dan Hak Anak
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Dilema Sekolah
Dilema
sekolah adalah dimana suatu kondisi atau situasi sulit dan membingungkan. Sekolah secara universal diakui
sebagai lembaga pendidikan yang paling banyak diminati sekaligis digunjingkan.
Nyaris semua anak manusia yang berakses memasuki kampus sekolah untuk keperluan
studi yang lama maupun sebentar. Fenomena kekinian manunjukkan, sekolah
menghadapi dua tekanan. Pertama, tekanan
animo masyarakat untuk memasuki organisasi pembelajar itu. kedua, tekanan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang nyaris
selalu meninggalkan kemampuan komunitas manajemen sekolah yang sebagian masih
relative lemah untuk mentranformasikannya.
Hasil
penelitian dan pengembangan dan aneka produk teknologi pun menjadi luar biasa,
yang membuat sekolah selalu berada dibawah tekanan. Lalu, lahirlah sebuah
dilemma untuk tidak desebut dosa. Pada satu sisi sekolah harus menjadi wahana
masssal mentranformasikan aneka temuan-temuan baru di bidang ilmu pengetahuan
dan teknilogi. Pada sisi lain, karena sejatinya sekolah cenderung konservatif,
ia tidak pernah akan sanggup menelan bualat-bulat aneka kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi itu.
Sekolah
harus mampu menghasilkan SDM yang berkualitas dan berdaya adaptabilitas tinggi.
Sekolah harus mampu menghadapi gejolak globalisasi yang member penetrasi
terhadap kebutuhan untuk mengkreasi model-model dan proses-proses bagi
pencapaian kecerdasan global, keefektifan, dan kekompetitifan. Lembaga sekolah
atau satuan pendidikan harus menjadi bagian dari kekuatan bangsa. Kekuatan
suatu bangsa ditakar dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk
teknologi ruang angkasa, teknologi bawah laut, rekayasa genetika, pertumbuhan
ekonomi dan lain-lain.
B.
Fungsi
Sekolah Sebagai Lembaga Pendidikan
Ada enam fungsi dasar sekolah,
seperti disajikan berikut ini.
1. Fungsi penyesuaian. Sekolah berfungsi membangun
kemampuan anak didik untuk memiliki dayasuai di masyarakat dan dalam
keseluruhan dinamika kehidupan.
2. Fungsi pengintegrasian. Sekolah berfungsi mendidik anak
agar kelak dapat memainkan peran sesuai dengan fungsi-fungsi yang mereka emban
di masyarakat.
3. Fungsi diagnostik dan direktif. Sekolah befungsi untuk menetukan
peran social yang tepat abgi masing-masing siswa
4. Fungsi diferensiasi. Sekolah berfungsi memprediksi peran
social aiawa berdasarkan hasil diagnosis untuk kemudian menentukan urutan
berdasarkan peran itu dan dilatih hanya sejauh sesuai dengan tujuan mereka.
5. Fungsi selektif. Sekolah berfungsi membantu siswa
secara sadar berusaha meniali kekayaan dirinya atas dasar hasil penilaian,
membantu penilaian, membantu perbaikan, pemberian hukuman, dan lain-lain.
6. Fungsi hubungan pembantuan dan referal. Sekolah berfungsi untuk mendorong
anak melakukan hubungan dengan pihak lain sekaligus merujuk anak melakukan
hal-hal tertentu di tempat tertentu.
C.
Tujuan dan Prinsip Pendidikan
Pendidikan
Dasar bertujuan untuk memberikan bekal
kepada siswa atau peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi,
anggota masyarakat, dan warga Negara serta mempersiapkan mereka untuk menempuh studi
pada jenjang pendidikan menengah.
Pendidikan
menengah memiliki beberapa tujuan. Pertama,
meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjtkan pendidikan yang lebih
tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni. Kedua, meningkatkan
kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbale
balik dengan lingkunga social, budaya, dan alam sekitarnya.
Pendidikan
tinggi memiliki beberapa tujuan, salah satunya yaitu menyiapkan mahasiswa
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan professional
yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan.
Sedangkan PAUD atau Pendidikan Usia Dini bertujuan menbantu meletakkan dasar
kea rah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang
diperlukan oleh anak didik yang
diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan
untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.
Dalam
produk hukum kependidikan yang berlaku di Indonesia, prinsip-prinsip
penyelenggaraan pendidikan disajikan sebagai berikut ini. Pertama, demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural,
dan kemajemukan bangsa. Kedua, sebagai
satu kesatuan yang sistemik dengan system terbuka dan multimakna. Ketiga, sebagai suatu proses pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Keempat, member keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
Kelima, mengembangkan budaya baca,
menulis, dan berhitung bagi segenap warag masyarakat. Keenam, memberdayakan semua komponenen masyarakat melalui peran
serta dalam penyelanggaran dan pengadilan mutu layanan pendidikan.
D.
Multijalur dan Multijenjang
Pendidikan
di Indonesia dilaksanakan dengan format multijalur dan multijenjang. Jalur
pendidikan merupakan wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan
pendidikan. Jenjang pendidikan merupakan tahapan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan
kemampuan yang dikembangkan. Dalam kerangka menjadi manusia berpendidikan, anak
dapat belajar pada aneka satuan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan
informal. Pendidikan formal atau sekolah merupakan jalur pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan
nonformal atau pendidikan luar sekolah merupakan jalur pendidikan diluar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Pendidikan informal atau pendidikan kemasyarakatan umumnya merupakan jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan.
E.
Reformasi Sekolah dan Hak Anak
Inisiatif
pengembangan sekolah dikaitkan langsung dengan kehidupan dalam masyarakat yang memberi
dampak pada pendidikan. Inisiatif yang
sukses biasanya secara sistemik berdampak pada peningkatan kuantitas dan
kualitas berbagai bentuk keterlibatan orang tua yang didefenisikan oleh Epstein
(1995). Peningkatan kinerja sekolah berarti terwujudnya hak-hak setiap peserta
didik, seperti berikut ini.
Pertama,
mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya. Kedua, mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat
dan kemampuannya. Ketiga, mendapatkan
beasiswa bagi yang berprestasi dan orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya. Keempat, mendapatkan
biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikan
mereka. Kelima, pindah ke program
pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara. Keenam, menyelasaikan program pendidikan
sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari
ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sekolah
sebagai lembaga pendidikan yaitu sarana di mana seseorang menjenjang pendidikan
mereka ke yang lebih tinggi guna mendapatkan ilmu dan status sosial. Pendidikan
berfungsi memberikan arah terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia dan
lingkungannya. Baik itu dalam hal kepribadian, kecerdasan maupun keterampilan
dalam bertingkah laku terhadap orang lain. Pendidikan juga bertujuan untuk
memberikan bekal kepada siswa atau peserta didik untuk mengembangkan
kehidupannya pribadi,anggota masyarakat, dan warga negara.
DAFTAR PUSTAKA
Danim Sudarwan. 2011. Pengantar kependidikan. Bandung:
Alfabeta
http://jufriantobastra.blogspot.co.id/2013_11_01_archive.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar