BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Ilmu Linguistik sampai saat ini masih dianggap sulit oleh
sebagian besar manusia. Padahal Ilmu Linguistik bersifat umum yang hanya
mengkaji sebuah bahasa saja, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa pada
umumnya. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa Ilmu Linguistik umum merupakan
media komunikasi penting yang bersifat komunikatif.
Banyak yang beranggapan bahwa Ilmu Linguistik itu sulit dan
perlu segera ditepis. Masalahnya sekarang, sampai saat ini panduan Ilmu
Linguistik umum yang benar-benar dan detai masih sangat sulit untuk ditemukan.
Padahal buku jenis Ilmu Linguistik akan sangat membantu para penulis pemula
untuk mulai mengasah kemampuan.
Problematika diatas perlu segera dipecahkan, salah satu langkah
yang dapat ditempuh adalah menyajikan makalah tentang ke Ilmuan Linguistik
Umum.. Secara umum makalah ini dapat dikategorikan kedalam bagian besar yakni
pembahasan objek keilmuan Linguistik dan sejarah berkembangnya Linguistik.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan Linguistik Sebagai Ilmu?
2. Jelaskan
yang dimaksud dengan Keilmiahan Linguistik dan Subdisiplin Linguistik?
3. Jelaskan
yang dimaksud Analisis Linguistik?
4. Jelaskan
tentang Menganalisis Manfaat Linguistik?
C.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan
makalah ini antara lain:
1. Menjelaskan
Linguistik Sebagai Ilmu
2. Menjelaskan
Keilmiahan Linguistik dan Subdisiplin Linguistik
3. Menjelaskan
Analisis Linguistik
4. Menjelaskan
Menganalisis Manfaat Linguistik
D.
Manfaat
Manfaat penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui
Linguistik Sebagai Ilmu
2. Mengetahui
Keilmiahan Linguistik dan Subdisiplin Linguistik
3. Mengetahui
Analisis Linguistik
4. Mengetahui
Menganalisis Manfaat Linguistik
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Linguistik Sebagai Ilmu
Linguistik
adalah ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Atau lebih tepatnya
seperti yang dikatakan Martinet (1987:19) telaah ilmiah mengenai bahasa
manusia. Benarkah linguistik adalah sebuah ilmu? Sebuah telaah ilmiah?
Untuk itu
perlu adanya kajian lebih lanjut.
B.
1.
Keilmiahan Linguistik
Sebelum
membicarakan keilmiahan linguistik ada baiknya dibicarakan dulu tahap-tahap perkembangan yang pernah terjadi
dalam setiap disiplin ilmu, agar kita bisa memahami bagaimana sifat-sifat atau
ciri-ciri keilmiahan dari suatu kegiatan yang disebut ilmiah, khususnya di sini
dalam disiplin linguistik. Pada dasarnya setiap ilmu, termasuk juga ilmu
linguistik, telah mengalami tiga perkembangan sebagai berikut:
1. Tahap pertama, yakni tahap
spekulasi. Dalam tahap ini pembicaraan mengenai sesuatu dan cara mengambil
kesimpulan dilakukan dengan sikap spekulatif. Artinya, kesimpulan itu dibuat
tanpa didukung oleh bukti-bukti empiris dan dilaksanakan tanpa menggunakan
prosedur-prosedur tertentu.
2. Tahap
kedua, adalah tahap observasi dan klasifikasi. Pada tahap ini para ahli di
bidang bahasa baru mengumpulkan dan menggolong-golongkan segala fakta bahasa
dengan teliti tanpa memberi teori atau kesimpulan apapun. Cara yang seperti ini
belum bisa dikatakan “ilmiah” sebab belum sampai pada penarikan suatu teori.
3. Tahap
ketiga, adalah tahap adanya perumusan teori. Pada tahap inisetiap disiplin ilmu
berusaha memahami masalah-masalah dasar dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
mengenai masalah-masalah itu berdasarkan data empiris yang dikumpulkan.
Disiplin linguistik dewasa ini sudah mengalami ketiga tahap
di atas. Artinya, disiplin linguistik itu sekarang ini sudah bisa dikatakan
merupakan kegiatan ilmiah. Selain itu, bisa dikatakan ketidakspekulatifan dalam
penarikan kesimpulan merupakan salah satu ciri keilmiahan.
Linguistik sangat mementingkan data empiris dalam
melaksanakan penelitiannya. Kegiatan linguistik juga tidak boleh “dikotori”
oleh pengetahuan atau keyakinan si peneliti. Kegiatan empiris biasanya bekerja
secara induktif dan deduktif dengan beruntun. Artinya, kegiatan itu dimulai
dengan mengumpulkan data empiris. Data empiris itu dianalisis dan
diklasifikasikan. Lalu, ditarik suatu kesimpulan umum berdasarkan data empiris
itu. Kesimpulan ini biasanya disebut kesimpulan induktif. Kemudian kesimpulan
ini “diuji” lagi pada data empiris yang diperluas. Jadi, perlu diwaspadai dan direvisi.
Dalam ilmu logika atau ilmu
menalar selain adanya penalaran secara induktif ada juga penalaran secara
deduktif.
Ø Secara
induktif, mula-mula dikumpulkan data-data khusus; lalu, dari data-data khusus
itu ditarik kesimpulan umum.
Ø Secara deduktif adalah kebalikannya. Artinya, suatu kesimpulan mengenai data
khusus dilakukan berdasarkan kesimpulan umum yang telah ada. Namun, kebenaran
kesimpulan deduktif ini sangat tergantung pada kebenaran kesimpulan umum, yang
lazim disebut premis mayor, yang dipakai untuk menarik kesimpulan deduktif itu.
Sebagai ilmu empiris linguistik
berusaha mencari keteraturan atau kaidah-kaidah yang hakiki dari bahasa yang
ditelitinya. Karena itu, linguistik sering juga disebut sebagai ilmu nomotetik.
Kemudian sesuai dengan predikat keilmiahan yang disandangnya linguistik tidak
pernah berhenti pada satu titik kesimpulan; tetapi akan terus menyempurnakan
kesimpulan tersebut berdasarkan data empiris selanjutnya.
Linguistik
medekati bahasa yang menjadi objek kajiannya. Pendekatan bahasa sebagai bahasa
ini, sejalan dengan ciri-ciri hakiki bahasa yang akan diuraikan pada Bab 3,
dapat dijabarkan dalam sejumlah konsep sebagai berikut:
1. Karena
bahasa adalah bunyi ujaran, maka linguistik melihat bahasa sebagai bunyi.
2. Karena
bahasa itu bersifat unik, maka linguistik tidak berusaha menggunakan kerangka
suatu bahasa untuk dikenakan pada bahasa lain.
3. Karena bahasa
adalah suatu system, maka linguistik mendekati bahasa bukan sebagai kumpulan
unsur yang terlepas, melainkan sebagai kumpulan unsur yang satu dengan lainnya
mempunyai jaringan hubungan (sruktural).
4. Karena
bahasa itu bisa berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perkembangan sosial
budaya masyarakat pemakainya, maka linguistik memperlakukan bahasa sebagai
sesuatu yang dinamis.
5. Karena
sifat empirisnya, maka linguistik mendekati bahasa secara deskriptif dan tidak
secara peskriptif.
B.
2.
Subdisiplin Linguistik
Setiap disiplin ilmu biasanya
dibagi atas bidang-bidang bawahan (subdisiplin) atau cabang-cabang berkenaan
dengan adanya hubungan disiplin itu dengan masalah-masalah lain. Demikian pula
dengan ilmu linguistik. Mengingat bahwa objek linguistik yaitu bahasa,
merupakan fenomena yang tidak dapat dilepaskan dari segala kegiatan manusia
bermasyarakat, sedangkan kegiatan itu sangat luas, maka subdisiplin atau cabang
linguistik itu pun menjadi sangat banyak. Disini kita akan mencoba mengelompokkan
nama-nama subdisiplin linguistik itu berdasarkan:
1.
Objek kajiannya adalah bahasa pada
umumnya atau bahasa tertentu
2.
Objek kajiannya adalah bahasa pada
masa tertentu atau bahasa sepanjang masa
3.
Objek kajiannya adalah struktur
internal bahasa itu atau bahasa itu dalam kaitannya dengan berbagai faktor di
luar bahasa
4.
Tujuan pengkajiannya apakah untuk
keperluan teori atau untuk terapan, dan
5.
Teori atau aliran yang digunakan
untuk menganalisis objeknya.
C.
Analisis
Linguistik
Analisis linguistik dilakukan
terhadap bahasa, atau lebih tepat terhadap semua tataran tingkat bahasa, yaitu
fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, dan semantik. Semua tataran sistematika
itu akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.
2.3.1 Struktur, Sistem, dan Distribusi
Bapak linguistik modern, Ferdinand
de Saussure (1857-1913) dalam bukunya Course
de Linguistique Generale (terbit pertama kali 1916, terjemahannya dalam
bahasa indonesia terbit 1988) membedakan adanya dua jenis hubungan atau relasi
yang terdapat antara satuan-satuan bahasa, yaitu relasi sintagmatik dan relasi
asosiatif.
Hubungan yang terjadi di antara
satuan-satuan bahasa itu, baik antara fonem yang satu dengan yang lain, maupun
antara kata yang satu dengan kata yang lain, disebut bersifat sintagmatis. Jadi,
hubungan sintagmatis ini bersifat linear, atau horizontal antara satuan yang
satu dengan satuan yang lain yang berada di kiri dan kanannya.
Struktur dapat dibedakan menurut
tataran sistematik bahasanya, yaitu menurut susunan fonetis, menurut susunan
alofonis, menurut susunan morfemis, dan menurut susunan sintaksis. Mengenai
semuanya akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.
Sistem pada dasarnya menyangkut
masalah distribusi. Distribusi, yang merupakan istilah utama dalam analisis
bahasa menurut model strukturalis L. Bloomfield adalah menyangkut masalah dapat
tidaknya penggantian suatu konstituen tertentu dalam kalimat tertentu dengan
konstituen lainnya.
2.3.2 Analisis Bawahan Langsung
Analisis bawahan langsung, sering
disebut juga analisis unsur langsung atau analisis bawahan terdekat (Immediate
Constituent Analysis) adalah suatu teknik dalam menganalisis unsur-unsur atau
konstituen-konstituen yang membangun suatu satuan bahasa, entah satuan kata,
satuan frase, satuan klausa, maupun satuan kalimat
Teknik analisis bawahan langsung ini
banyak kelemahannya, tetapi analisis ini cukup memberi manfaat dalam memahami
satuan-satuan bahasa, bermanfaat dalam menghindari keambiguan karena
satuan-satuan bahasa yang terikat pada konteks wacananya dapat dipahami dengan
analisis tersebut.
2.3.3 Analisis Rangkaian Unsur dan Analisis Proses Unsur
Analisis rangkaian unsur
(item-and-arrangemen) mengajarkan bahwa setiap satuan bahasa dibentuk atau
ditata dari unsur-unsur lain. Misalnya, satuan tertimbun terdiri dari
ter-+timbun, satuan kedinginan terdiri dari dingin+ ke-I-an, dan rumah-rumah
terdiri dari rumah-rumah. Jadi, dalam analisis rangkaian unsur ini setiap
satuan bahasa “terdiri dari . . .”, bukan “dibentuk dari. . .” sebagai hasil
dari suatu proses pembentukan.
Analisis proses unsur (item and
process) menganggap setiap satuan bahasa adalah merupakan hasil dari suatu
proses pembentukan. Jadi bentuk tertimbun adalah hasil dari proses prefiksasi
ter- dengan dasar timbun
D.
Manfaat
Linguistik
Lingustik akan memberikan manfaat
langsung bagi mereka yang berkecimpung dalam kegiatan yang berhubungan dengan
bahasa. Bagi linguis sendiri pengetahuan yang luas mengenai linguistik tentu
akan sangat membantu dalam menyelesaikan tugasnya. Bagi peneliti, kritikus, dan
peminat sastra linguistik akan membantunya dalam memahami karya-karya sastra
dengan lebih baik.
Bagi guru, terutama guru bahasa,
penetahuan linguistik sangat penting. Dengan menguasai linguistik, maka mereka
akan dapat dengan lebih mudah dalam menyampaikan mata pelajarannya. Bagi
penerjemah, pengetahuan linguistik mutlak diperlukan bukan hanya yang berkenaan
dengan morfologi, sintaksis, dan semantik, tetapi juga berkenaan dengan
sosiolinguistik dan kontrastif linguistik.
Bagi penyusun kamus atau
leksikografer menguasai semua aspek linguistik mutlak diperliukan, sebab semua
pengetahuan linguistik akan memberi manfaat dalam menyelesaikan tugas. Pengetahuan
linguistik juga memberi manfaat bagi penyusun buku pelajaran atau buku teks. Pengetahuan
linguistik akan memberi tuntutan bagi penyusun buku teks dalam meyusun kalimat
yang tepat, memilih kosakata yang sesuai dengan jenjang usia pembaca buku
tersebut. Tentunya buku yang diperuntukkan untuk anak sekolah dasar harus
berbeda bahasanya dengan yang diperuntukkan untuk anak sekolah lanjutan atau
untuk perguruan tinggi maupun untuk masyarakat umum.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Chaer abdul, 2007. Linguistik Umum. Jakarta :
Rineka Cipta.
MAKALAH
OBJEK LINGUISTIK BAHASA
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Linguistik
Umum
OLEH : KELOMPOK 2
DESI
RATNASARI (1621004)
ICA
MELIANA (1621008)
MELI
PERMATASARI (1621040)
RIA
SEPTIANA (1621023)
ANISYA
OKTAMA P. (1621002)
ERIKO
SAPUTRA (1621017)
DOSEN PENGAMPUH :
M.DONI
SANJAYA,M.Pd
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA,SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BATURAJA
2016
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis haturkan kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya.Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis bisa menyelesaikan
penyusunan makalah kelompok kami. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
matakuliah Linguistik umum, yang
berjudul “Objek linguistik bahasa”.
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Semoga
maklah ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan kita.
Oleh karena itu, kritik dan saran demi
perbaikan dan penyempurnaan akan kami terima dengan senang hati. Akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.
Baturaja, Oktober 2016
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR
ISI......................................................................................................................... ii
BAB
1 PENDAHULUAN
A.Latar
belakang................................................................................................................... 1
B.Rumusan
masalah............................................................................................................... 1
C.Tujuan................................................................................................................................ 2
D.Manfaat.............................................................................................................................. 2
BAB
2 PEMBAHASAN
A.Pengertian
bahasa.............................................................................................................. 3
B.Hakikat
bahasa................................................................................................................... 3
C.Bahasa
dan faktor luar bahasa........................................................................................... 6
D.Klasifikasi
bahasa.............................................................................................................. 9
E.Bahasa
tulis dan system aksara.......................................................................................... 10
BAB
3 PENUTUP
A.Kesimpulan........................................................................................................................ 11
B.Saran.................................................................................................................................. 11
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................................... 12
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik
adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek
kajiannya; atau lebih tapat lagi, seperti dikatakan Martinet telaah ilmiah mengenai
bahasa manusia. Dalam berbagai buku mungkin rumusannya agak berbeda, tetapi, bahwa
bahasa menjadi kajian linguistik, kiranya tidak perlu diperdebatkan lagi.
Bahasa sebagai objek kajian linguistik bisa kita
bandingkan dengan peristiwa-peristiwa alam yang menjadi objek kajian ilmu
fisika; atau dengan berbagai penyakit dan cara pengobatannya yang menjadi objek
kajian ilmu kedokteran; atau dengan gejala-gejala sosial dalam masyarakat yang
menjadi objek kajian sosiologi. Meskipun dalam dunia keilmuan ternyata yang
mengambil bahasa sebagai objek kajiannya bukan hanya linguistik, tetapi
linguistik tetap merupakan ilmu yang memperlakukan bahasa sebagai bahasa;
sedangkan ilmu lain tidak demikian.
B.Rumusan Masalah
Beberapa hal yang kami bahas dalam makalah
ini, yakni:
1.Apa pengertian Linguistik?
2.Bagaimana proses perkembangan ilmu
Linguistik?
3.Apa saja yang termasuk objek kajian
Linguistik?
C.Tujuan
Tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan
pengertian Linguistik
2. Menjelaskan
peruses perkembangan ilmu Linguistik
3. Menjelaskan
objek kajian Linguistik
D. Manfaat
Manfaat
penulisan makalah ini adalah sebsgsi berikut :
1.Untuk mengetahui
pengertian linguistik dari berbagai ahli atau sumber yang berbeda;
2.Untuk mengetahui
sejarah perkembangan linguistik hingga saat ini; dan
3.Untuk mengetahui beberapa objek kajian linguistik
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bahasa
Menurut
Kridalaksana (1983) : bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang
digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi
dan mengidentifikasi diri. Sedangkan bahasa yang menjadi objek linguistik
adalah bahasa yang digunakan secara harfiah yaitu bahasa sebagai langue,
langage, dan parole.
B. Hakikat Bahasa
Dari definisi bahasa oleh kridalaksana diatas
sehingga didapatkan ciri bahasa antara lain:
1.Bahasa sebagai sistem
Yaitu bahasa itu sendiri terdiri dari
unsur-unsur / komponen-komponen yang secara teratur menurut pola tertentu dan
membentuk satuan makna.
2. Bahasa sebagai lambang
Lambang dengan segala seluk beluknya dikaji
dalam kajian semiologi / ilmu semiotika. Dalam semiotika dibedakan beberapa
jenis tanda antara lain tanda (sign), lambang, sinyal (signal), gejala
(symptom),gerak isyarat (gesture), kode indeks, ikon. yang kesemuanya bisa
diartikan sesuatu yang digunakan untuk mengidentifikasi hal-hal yang belum
tersirat. Sedangkan sebagai lambang adalah dalam wujud bunyi bahasa, bukan
wujud yang lain seperti yang disebut diatas.
3.Bahasa adalah bunyi
Yaitu bahasa yang berupa bunyi 2 yang
dihasilkan yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dapat dikombinasikan
dengan bunyi-bunyi lain untuk menyampaikan pesan.
4.Bahasa itu bermakna
Yaitu bahasa dalam bentuk-bentuk bunyi yang
mempunyai makna sehingga bisa menyampaikan suatu pesan, konsep, ide/pikiran.
5.Bahasa itu arbitrer
Yaitu tidak adanya hubungan wajib antara
lambang bahasa (bunyi) dengan konsep/sesuatu yang dilambangkan. Sehingga ini
bisa mengakibatkan adanya berbagai macam dialek (bahasa daerah).
6. Bahasa itu konvensional
Yaitu semua anggota masyarakat bahasa itu
mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep
yang diwakilinya. Kepatuhan para penutur bahasa untuk menggunakan
lambang-lambang sesuai dengan konsep yang dilambangkan sehingga komunikasi
tidak terhambat.
7.Bahasa itu produktif
Meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas,
tetapi dengan unsur-unsur yang terbatas ini dapat dibuat satuan bahasa yang tak
terbatas. Keproduktifan bahasa indonesia dapat dilihat dengan banyaknya kalimat
yang dibuat. Menurut data kosakata di KBBI ada 60.000 buah, tetapi dapat dibuat
puluhan juta kalimat. Keproduktifan bahasa memang ada batasnya :
1.Keterbatasan tingkat Parole
Yaitu ketidaklaziman / kebelumlaziman
bentuk-bentuk yang dihasilkan.
2.Keterbatasan tingkat Langue
Yaitu bentuk kata yang tidak mungkin menjadi
kata bahasa indonesia, karena menurut sistem fonologi bahasa indonesia tidak
ada urutan fonem tk/kt, keproduktifan disini dibatasi oleh kaidah / sistem yang
berlaku.
8.Bahasa itu unik
Setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri
yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini menyangkut sistem bunyi,
sistem pembentukan kalimat. Keunikan bahasa indonesia adalah bahwa tekanan kata
tidak bersifat morfemis, melainkan sintaktis, artinya kalau pada kata tertentu
dalam kalimat kita berikan tekanan maka makna kata itu tetapm yang berubah
adalah makna keseluruhan kalimat.
9.Bahasa itu universal
Bahasa bersifat universal karena ada
ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada didunia ini. Ciri
yang universal ini tentunya merupakan unsure bahasa yang paling umumyaitu
berupa bunyi konsonan dan vokal, yang dikaitkan dengan ciri-ciri / sifat –
sifat bahasa lain.
10.Bahasa itu dinamis
Bahasa satu-satunya milik manusia yang tidak
pernah lepas dari segala kegiatan manusia dalam kehidupannya. Tidak ada
kegiatan manusia yang tidak disertai bahasa. Sehingga karena kerikatan dan
keterkaitannya dengan manusia maka bahasa disebut dinamis, dimana bahasa itu
akan ikut berubah mengikuti kegiatan masyarakat yang selalu berubah. Beraneka
ragam kegiatannya. Perubahan bahasa itu bisa terjadi pada semua tataran baik
fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.
11.Bahasa itu bervariasi
Masyarakat memiliki latar belakang dan
lingkungan yang tidak sama, sehingga bahasa-bahasa yang digunakan juga akan
bervariasi / beragam. Variasi bahasa meliputi :
·
Idiolek yaitu variasi / ragam bahasa yang bersifat perseorangan / ciri
khas bahasa seseorang
·
Dialek yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat
pada suatu tempat atau suatu waktu.
·
Ragam yaitu variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan dan
untuk keperluan tertentu.
12.Bahasa itu manusiawi
Bahwa bahasa hanya milik manusia yang tercipta
karena intelegensinya dan hanya dapat digunakan oleh manusia dalam kehidupannya
sebagai alat komunikasi.
·
Ragam bahasa baku / resmi
·
Ragam bahasa tidak baku
·
Ragam bahasa lisan
·
Ragam bahasa tulisan
·
Ragam bahasa ilmiah
·
Ragam bahasa jurnalistik
·
Ragam bahasa sastra
·
Ragam bahasa militer
C.Bahasa dan Faktor Luar Bahasa
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur
intern bahasa (sosok bahasa itu sendiri), sedangkan objek kajian linguistik
makro adalah bahasa dan faktor-faktor diluar bahasa atau segala hal yang
berkaitan dengan kegiatan manusia dalam masyarakat, lebih jelasnya sebagai
berikut :
1.Masyarakat Bahasa
Yaitu sekelompok orang yang merasa
menggunakan bahasa yang sama. Sehingga konsep masyarakat bahasa bisa menjadi
luas / bahkan menjadi sempit.
2.Variasi dan Status Sosial Bahasa
Macam variasi bahasa berdasarkan statsus
pemakaiannya :
1. variasi bahasa tinggi / ragam bahasa
indonesia baku ( bahasa T )
digunakan dalam situasi resmi, misal pidato
kenegaraan, surat – menyurat resmi, buku pelajaran. Harus dipelajari melalui
pendidikan formal.
2. variasi bahasa rendah / ragam bahasa
indonesia nonbaku ( bahasa R )
digunakan dalam situasi tidak resmi, misal
dikantin sekolah, dijalan. Dipelajari secara langsung didalam bermasyarakat diglosia
yaitu pembedaan variasi bahasa T dan bahasa R, sedangkan masyarakat yang mengadakan
pembedaan ini disebut diglosis.
3. Penggunaan bahasa indonesia
Hymnes seorang pakar sosiolinguistik
mentakan“suatu komunikasi denganmenggunakan bahasa harus memperhatikan 8 unsur
dan diakronimkannya dengan SPEAKING ”, yaitu :
·
Setting dan Scene : waktu dan tempat terjadinya percakapan
·
Participants : orang-orang yang terlibat dalam percakapan
·
Ends : maksud dan hasil percakapan
·
Act sequences : bentuk dan isi percakapan
·
Key : cara / semangat dalam melaksanakan percakapan
·
Instrumentalities : jalur percakapan apakah lisan atau bukan
·
Genres : kategori bahasa yang digunakan
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa dalam
berkomunikasi lewat bahasa harus diperhatikan faktor-faktor siapa lawan bicara
kita, topiknya apa, situasinya bagaimana, tujuan apa, jalurnya apa dan ragam
bahasa apa yang digunakan.
4. Kontak bahasa
Kontak bahasa terjadi jika dalam masyarakat
terbuka yang para anggotanya dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat
lain, baik satu atau lebih anggota masyarakat. Dengan adanya kontak bahasa maka
akan terjadi bilingualisme dan multilingualisme dengan berbagai macam kasusnya
seperti : interferensi, integrasi, alih kode (code mixing), dan campur kode
(code miring ). Keempat peristiwa ini gejalanya sama yaitu adanya unsur bahasa
lain dalam bahasa yang digunakan, namun konsep masalahnya tidak sama.
a. Interferensi
Yaitu terbawa masuknya unsur bahasa lain
kedalam bahas yang sedang digunakan sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah
– kaidah dari bahasa yang sedang digunakan.
b. Integrasi
Dalam integrasi ini unsur – unsur yang
berintegrasi telah disesuaikan baik lafal, ejaan, maupun tata bentuknya
sehingga memerlukan waktu yang lama.
c. Alih kode
Yaitu beralihnya penggunaan suatu kode (ragam
bahasa tertentu) kedalam kode yang lain, terjadi karena ada sebab yang
mendasari misalnya perubahan situasi/topik pembicaraan.
d. Campur kode
Berbeda dengan alih kode, pada campur kode
biasanya terjadi tanpa sebab/alasan biasanya terjadi dalam situasi santai atau
tidak menemukan ungkapan untuk konsep yang akan dikemukakan.
5. Bahasa dan Budaya
Satu lagi objek kajian linguistik makro
adalah mengenai hubungan bahasa dengan budaya/kebudayaan.
a. Hipotesis Sapir-Whorf
“ bahasa mempengaruhi kebudayaan, jelasnya
bahasa itu mempengaruhi cara berfikir dan bertindak manusia ”.
b. Kebalikan Hipotesis Sapir-Whorf
Yang menyatakan bahwa kebudayaanlah yang
mempengaruhi bahasa.
Karena eratnya hubungan antara bahasa dan
kebudayaan, sehingga ada pakar yang menyamakan hubungan keduanya sebagai bayi
kembar siam, dua hal yang tidak bisa dipisahkan
D. Klasifikasi Bahasa
Pendekatan-pendekatan dalam klasifikasi
bahasa :
a. Pendekatan Genetis / klasifikasi genetis /
klasifikasi geneologis
Dilakukan dengan melihat garis keturunan
bahasa-bahasa itu, artinya suatu bahasa berasal dari yang lebih tua kemudian
pecah dan menurunkan 2 bahasa baru. Berdasarkan kriteria bunyi dan arti yaitu
atas kesamaan bentuk (bunyi) dan makna yang dikandung.
b. Pendekatan Tipologis / klasifikasi
tipologis
Dilakukan berdasarkan dengan kesamaan tipe
yang terdapat pada sejumlah bahasa seperti mengenai bunyi, morfem, kata, frase,
kalimat sehingga dapat dilakukan pada semua tata bahasa
c. Pendekatan Areal / klasifikasi Areal
Dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbal
balik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain dalam satu area, tanpa
memperhatikan ada tidaknya kekerabatan kedua bahasa tersebut.
d. Pendekatan Sosiolinguistik / klasifikasi
sosiolinguistik
Dilakukan berdasarkan hubungan bahasa dan
faktor-faktor masyarakat seperti status, fungsi, penilaian yang diberikan
masyarakat terhadap bahasa itu. Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan kriteria
:
1. Historisitas (sejarah pemakaian bahasa)
2. Standardisasi (status bahasa formal atau
tidak formal)
3. Vitalitas (ada tidaknya penutur bahasa
secara aktif)
4. Homogenesitas (apakah tata bahasa dan
leksikonnya diturunkan)
E. Bahasa Tulis dan Sistem Aksara
Kajian prioritas linguistik adalah bahasa
lisan (primer) dan bahasa tulisnya (sekunder). Bahasa lisan sebagai bahasa
primer karena linguistik itu sendiri melihat bahasa adalah apa yang diucapkan. Bahasa
tulis merupakan “rekaman” bahasa lisan, sebagai usaha manusia untuk “menyimpan”
bahasanya sehingga masih bisa disampaikan kepada orang lain dalam ruang dan
waktu berbeda. Hal ini harus sangat hati-hati dan penuh pemikiran karena peluang
terjadi kesalahan dan kesalahpahaman sangat besar karena bila terjadi kesalahan
tidak bisa langsung diperbaiki seperti pada bahasa lisan. Jenis-jenis aksara antara
lain : aksara piktografis, aksara ideografis, aksara silabis dan aksara
fonemis. Semua jenis aksara tersebut tidak ada yang bisa “merekam bahasa lisan
secara sempurna karena banyak unsur bahasa lisan seperti tekanan, intonasi dan
nada yang tidak dapat digambarkan secara tepat dan akurat oleh bahasa tulis
(aksara).”
BAB 3
PENUTUP
A.Kesimpulan
Objek Linguistik:
Bahasa. Dan beberapa ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa tersebut, antara lain, adalah (1)
bahasa itu adalah sebuah sistem, (2) bahasa itu wujudnya lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa
itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat
konvensional, (7) bahasa itu bersifat unik, (8) bahasa itu bersifat universal,
(9) bahasa itu bersifat produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu
bersifat dinamis, (12) bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial, (13)
bahasa itu merupakan identitas penuturnya.
Pada
dasarnya linguistik mempunyai dua bidang besar, yaitu mikrolinguistik dan
makrolinguistik. Dalam mikrolinguistik terdapat bidang teoretis yang terbagi
dalam bidang umum (teori linguistik, linguistik deskriptif, linguistik historis
komparatif) dan bidang khusus (linguistik deskriptif, linguistik historis
komparatif). Sedangkan dalam makrolinguistik terdapat bidang interdisipliner (fonetik,
stilistika, filsafat bahasa, psikolinguistik, sosiolinguistik, etnolinguistik,
filologi, semiotika, epigrafi) dan bidang teapan (pengajaran bahasa,
penterjemahan, leksikografi, fonetik terapan, sosiolinguistik terapan,
pembinaan bahasa internasional, pembinaan bahasa khusus, linguistic medis,
grafologi, mekanolinguistik).
B.Saran
Kepada seluruh teman – teman yang
ingin membuat makalah selanjutnya, penulis menyarankan supaya dalam pembuatan
makalah perlu menyiapkan beberapa referensi dan dalam penyusunan makalah
kelompok agar kerja sama anggota kelompok sangat penting.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer Abdul,2012. Linguistik Umum,Jakarta:
PT Rineka Cipta, cetakan keempat.
Moch.
Syarif Hidyatullah dan Abdullah. 2010.Pengantar Linguistik Arab
Klasik-Modern. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, cetakan
pertama.
Djoko Kentjono, Dasar-dasar Linguistik Umum,
Depok: Fakultas Sastra Umum.
Chaer Abdul,
2007. Linguistik Umum.
Jakarta : Rineka Cipta.
Soeparno, 2002. Dasar-Dasar linguistic umum.
Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya.
BAHASA DAN FAKTOR LUAR BAHASA
MAKALAH
Di susun sebagai tugas
presentasi
Mata kuliah Linguistik Umum
Oleh :
1.
RIZKY
PUTRI DWI DINANTI 1621022
2.
YAYUK
TRILININGSIH 1621026
3.
AYU
UGIK PANGESTI 1621032
4.
RIKA
RESTU MARYANTI 1621033
5.
EKA
YULIANSARI 1621034
6.
LINA
LIDYA YULIANTI 1221025
Dosen pembimbing: M. Doni Sanjaya, M.Pd.
PROGRAM STUDI BAHASA, SASTRA
INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BATURAJA
2016
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis curahkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ‘’Linguistik Umum’’ ini dengan lancar.
Penulisan makalah ini bertujuan memenuhi salah satu tugas yang diberikan dosen
pembimbing mata kuliahLinguistik
Umum
.
Demikianlah
makalah ini Kami
buat berdasarkan sumber-sumber yang ada, kami juga menyadari, masih ada banyak
kekurangan di dalam penulisan makalah ini. Sehingga perlulah bagi Kami, dari para pembaca untuk
memberikan saran yang membantu supaya makalah ini mendekati lebih baik. Atas
perhatian anda semuanya, kami ucapkan terima kasih.
Baturaja, Oktober 2016
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................................... i
Daftar isi............................................................................................................................... .ii
BABI PENDAHULUAN............................................................................................ 1
A. Latar belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................................... 1
BABII PEMBAHASAN.................................................... ………………………….2
1.
Pengertian Bahasa................................................................................................. 2
2.
Bahasa dan Faktor
Luar Bahasa.......................................................................... 4
BAB III PENUTUP ……………………………………………………………….8
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 8
B. Saran.................................................................................................................... 8
Daftar pustaka....................................................................................................................... 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Objek kajian linguistik
tidak lain adalah Bahasa, yakni Bahasa manusia
yang berfungsi sebagai sistem komunikasi yang menggunakan ujaran sebagai media;
Bahasa keseharian manusia; Bahasa yang dipakai sehari-hari oleh manusia sebagai
anggota masyarakat tertentu, atau dalam Bahasa inggris disebut dengan ordinary languagetau a natural language.
Ini berarti Bahasa lisan (spoken language)
sebagai objek primer linguistik, sedangkan Bahasa tulisan (written language) sebagai objek sekunder linguistik, karena Bahasa
tulisan dapat dikatakan sebagai “turunan” Bahasa lisan.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian Bahasa?
2. Apa pengertian masyarakat, variasi dan status sosial
bahasa?
3. Bagaimana penggunaan kontak Bahasa, Bahasa dan budaya?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa pengertian bahasa
2. Untuk mengetahui apa pengertian masyrakat, variasi,
dan status sosial bahasa
3.
Untuk
mengetahui cara penggunaan kontak Bahasa, Bahasa, dan budaya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Bahasa
Kata Bahasa dalam Bahasa Indonesia memiliki dari satu
makna atau pengertian, sehingga seringkali membingungkan. Dalam pendidikan
formal disekolah menengah, Bahasa seringkali diartikan sebagai alat komunikasi.
Dan menurut ahli Kridalaksana (1983, dan juga dalam djoko kentjono 1983): “
Bahasa adalah system lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para
anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan
mengidentifikasikan diri”.
Definisi Bahasa dari Kridalaksana sejalan
dengan definisi mengenai Bahasa dari beberapa pakar lain, kalau dibutiri akan
didapatkan beberapa ciri atau sifat yang hakiki dari Bahasa. Sifat atau ciri
itu, antara lain, adalah;
1)
Bahasa
itu adalah sebuah sistem
Kata sistem
sudah biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari dengan makna “cara” atau
“aturan”. Seperti dalam makna “kalau tahu sistemnya,tentu mudah
mengerjakannya”. Tetapi dalam kaitan dengan keilmuan, sistem berarti susunan
teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi.
Sistem ini dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen yang satu dengan lainnya
berhubungan secara fungsional. Contoh konkret , yaitu sebuah sepeda atau kereta
angin. Sebuah sepeda dapat disebut sepeda apabila seluruh unsur-unsurnya atau
komponennya tersusun sesuai dengan pola atau pada tempatnya. Kalau
komponen-komponennya tidak tersusun atau terletak pada tempatnya maka sebuah
sepeda itu tidak bisa berfungsi sebagai sepeda, karena susunannya itu tidak membentuk sebuah sistem.
2)
Bahasa
itu berwujud lambang
Dalam
kehidupannya, manusia memang selalu menggunakan lambang atau symbol. Hampir
tidak ada kegiatan yang terlepas dari simbol yang termasuk alat komunikasi
verbal yang disebut Bahasa. Satuan-satuan Bahasa, misalnya, kata, adalah simbol
atau lambang. Kalau ide atau konsep untuk menyatakan adanya kematian
dilambangkan dengan bendera kuning (jadi, dalam bentuk denda).
3)
Bahasa
itu berupa bunyi
Menurut
Kriladaksana (1983:27) bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari
getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan-perubahan dalam tekanan
udara. Bunyi ini bisa bersumber pada gesekan atau benturan benda-benda, alat
suara
pada binatang atau manusia. Lali, yang dimaksud dengan bunyi pada Bahasa adalah
bunyi-bunyian yang berasal dari alat ucap manusia.
4)
Bahasa
itu bersifat arbitrer
Kata
arbitrer bisa diartikan “ sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap”. Yang
dimaksud dengan istilah arbitrer adalah tidak adanya hubungan wajib antara
lambang Bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang
dimaksud oleh lambang tersebut.
5)
Bahasa
itu bermakna
6)
Bahasa
itu bersifat konvensional
Bersifat
konvensional artinya, semua anggota masyarakat Bahasa mematuhi konvensi bahwa
lambang tertentu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
7)
Bahasa
itu bersifat unik
Unik
artinya Bahasa itu memiliki ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh
uang lain. Lalu, kalau bahsa itu dikatakan unik maka artinya, maka setiap
Bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahsa lainnya. Ciri
khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukkan kata, sistem
pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lannya.
8)
Bahasa
itu bersifat universal
Artinya ada
ciri-ciri yang sama dimiliki oleh setiap Bahasa yang ada didunia ini. Ciri-ciri
yang universal ini tentunya merupakan unsur Bahasa yang paling umum, yang bisa
dikaitan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat Bahasa lainnya.
9)
Bahasa
itu bersifat produktif
Kata
produktif adalah bentuk ajektif dari kata benda produksi. Arti produktif adalah
“banyak hasilnya”, atau lebih tepat “terus menerus menghasilkan”. Maksudnya
adalah meskipun unsur-unsur Bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang
jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan Bahasa yang jumlahnya
terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam Bahasa
itu.
10) Bahasa itu bervariasi
Mengenai
variasi Bahasa ini ada 3 istilah yang perlu diketahui yaitu idiolek, dialek dan
ragam. Idiolek adalah variasi atau ragam Bahasa yang bersifat perorangan.
Dialek adalah variasi Bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat
pada suatu tempat atau suatu waktu. Dan ragam adalah variasi Bahasa yang
digunakan dalam situasi, keadaan, atau untuk keperluan tertentu.
11) Bahasa itu bersifat dinamis
12) Bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial
13) Bahasa itu merupakan identitas penuturnya
B.
Bahasa
dan Faktor Luar Bahasa
Dalam
objek kajian linguistik mikro adalah struktur sistem Bahasa atau sosok Bahasa
itu sendiri dan sedangkan dalam kajian linguistik makro adalah Bahasa dalam
hubungannya dengan faktor-faktor di luar Bahasa. Yang dimaksud dengan
faktor-faktor di luar Bahasa tidak lain
daripada segala hal yang berkaitan dengan kegiatan manusia di dalam masyarakat.
Yang ingin dibicarakan yang memang erat kaitannya dengan kegiatan sosial di
dalam masyarakat; atau lebih jelasnya, hubungan Bahasa dengan masyarakat itu.
1) Masyarakat Bahasa
Masyarakat
Bahasa adalah sekelompok orang yang merasa menggunakan Bahasa yang sama. Dengan
demikian kalau ada sekelompok orang yang merasa sama-sama menggunakan Bahasa Sunda,
maka bisa dikatakan mereka adalah masyarakat Bahasa Sunda; kalau ada sekelompok
orang menggunakan Bahasa Mandailing, maka mereka bisa disebut masyarakat
Mandailing; dan kalau ada sekelompok orang merasa menggunakan Bahasa Inggris,
maka mereka bisa disebut masyarakat Bahasa Inggris.
Karena
titik pengertian masyarakat Bahasa pada “merasa menggunakan Bahasa yang sama”,
maka konsep masyarakat Bahasa dapat menjadi luas dan dapat menjadi sempit.
Masyarakat Bahasa bisa melewati batas propinsi, batas negara, bahkan juga batas
benua.
2) Variasi dan Status Sosial Bahasa
Telah
disebutkan bahwa Bahasa itu bervariasi karena anggota masyarakat penutur Bahasa
itu sangat ragam, dan Bahasa itu sendiri digunakan untuk keperluan yang
beragam-ragam pula. Dalam beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan
untuk membedakan adanya dua macam variasi Bahasa yang dibedakan berdasarkan
status pemakaiannya. Yang pertama adalah variasi Bahasa tinggi (biasa disingkat
variasi Bahasa T), dan yang lain variasi Bahasa rendah (biasanya disingkat R).
Variasi T digunakan dalam situasi-situasi resmi, seperti pidato kenegaraan,
Bahasa pengantar dalam pendidikan, khotbah, surat-menyurat resmi, dan buku
pelajaran. Variasi T ini harus dipelajari melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah.
Sedangkan variasi R digunakan dalam situasi yang tidak formal, seperti di
rumah, di warung, di jalan, dalam surat-surat pribadi, dan catatan untuk diri
sendiri. Variasi R dipelajari secara langsung di dalam masyarakat, dan tidak
pernah dalam pendidikan formal.
Variasi
Bahasa T dan R ini mempunyai nama yang berlainan. Variasi bahasa Yunani T
disebut katherevusadan variasi bahasa
Yunani T di sebut dhimotiki;variasi
bahasa Arab T disebut al-fushadan
variasi bahasa arab R disebut ad-darij.
3) Penggunaan Bahasa
Hymes
(1974) seorang pakar sosiolinguistik mengatakan, bahwa suatu komunikasi dengan
menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur, yang diakronimkan menjadi
SPEAKING, yakni;
a)
Setting and Scene, yaitu unsur yang berkenan dengan tempat dan waktu
terjadi percakapan. Contoh; percakapan yang terjadi di kantin sekolah pada
waktu istirahat tentu berbeda dengan yang terjadi di kelas ketika pelajaran
sedang berlangsung.
b)
Participans, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan.
Contoh; antara Ali murid kelas dua SMA dengan pak Ahmad gurunya, percakapan
keduanya ini tentu berbeda kalau partisipannya bukan Ali dan Pak Ahmad,
melainkan Ali dan Karim, teman sekelasnya.
c)
Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan. Misalnya seorang guru bertujuan
menerangkan pelajaran bahasa Indonesia secara menarik; tetapi hasilnya yang
didapat adalah sebaliknya; murid-murid bosan karena mereka tidak berminat
dengan pelajaran bahasa.
d)
Act Sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk da nisi
percakapan. Misalnya dalam kalimat:
1. Dia berkata dalam hati, “mudah-mudahan lamaran ku
diterima dengan baik.”
2. Dia berkata dalam hati, mudah-mudah lamarannya
diterima dengan baik.
Perkataan
“mudah-mudahan lamaranku diterima dengan baik” pada kaliimat (a) adalah bentuk
percakapan; sedangkan kalimat (b) adalah contoh isi percakapan.
e)
Key, yaitu menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan percakaan.
f)
Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur pecakapan; apakah
secara lisan atau bukan.
g)
Norms, yaitu yang menunjuk pada norma prilaku peserta percakapan.
h)
Genres, yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan.
4) Kontak Bahasa
Dalam masyarakat yang terbuka, atinya yang para
anggotanya dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari
satu atau lebih dari satu masyarakat, akan terjadilah apa yang disebut kontak
bahasa. Bahasa dari masyarakat yang menerima kedatangan akan saling
mempengaruhi dengan bahasa dari masyarakat yang datang. Hal yang sangat
menonjol yang bisa terjadi dari adanya kontak bahasa ini adalah terjadinya atau
terdapatnya yang disebut bilingualism dan multilingualisme dengan berbagai
macam kasusnya, seperti interferensi, integrasi, alihkode, dan campurkode.
Sebagai contoh kita ambil keadaan linguistik di Indonesia.
Indonesia
adalah Negara yang multilingual. Selain bahasa Indonesia yang digunakan secara
nasional, terdapat pula ratusan bahasa daerah, besar maupun kecil, yang
digunakan oleh para anggota masyarakat bahasa daerah itu untuk keperluan yang
bersifat kedaerahan. Dalam masyarakat multilingual yang mobilitas geraknya tinggi,
maka anggota-anggota masyarakatnya akan cenderung untuk menggunakan dua bahasa
atau lebih, baik sepenuhnya maupun sebagaian sesuai dengan kebtuhannya.
Tetapi disamping itu banyak pula yang hanya menguasai
satu bahasa. Orang yang hanya menguasai satu bahasa disebut monolingual, unilingual, atau monoglot; yang
menguasai dua bahasa disebut bilingual;
sedangkan yang menguasai lebih dari dua bahasa disebut
multilingual, plurilingual, atau
polyglot.
5) Bahasa dan Budaya
Dalam sejarah linguistik ada suatu hipotesis yang
sangat terkenal mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan ini. Hipotesis ini di
keluarkan oleh dua orang pakar, yaitu Edward Sapir dan Banjamin Lee Whorf (dan
oleh karena itu disebut hipotesis Sapir-Whorf) yang menyatakan bahwa bahasa
mempengaruhi kebudayaan. Atau dengan lebih jelas, bahasa itu mempengaruhi cara berpikir
dan bertindak manusia. Misalnya dalam bahasa-bahasa yang mempunyai kategori
kala atau waktu, masyarakat penuturnya sangat menghargai dan sangat terikat
oleh waktu. Segala hal yang mereka lakukan selalu sesuai dengan waktu yang
telah di jadwalkan. Tetapi dalam bahasa-bahasa yang tidak mempunyai kategori
kala atau waktu, masyarakat sangat tidak menghargai waktu. Jadwal acara yang
telah disusun seringkali tidak dapat dipatuhi waktunya. Itulah barangkali kalau
di Indonesia ada ungkapan “jam karet”, sedangkan di Eropa tidak ada. Hipotesis
Sapir-Whorf inimemang tidak banyak
diikuti orang tetapi hingga kini masih banyak dibicarakan orang, termasuk juga
dalam kajian antropologi. Yang banyak diikuti orang malah pendapat yang
merupakan kebalikan dari Hipotesis Sapir-Whorf itu, yaitu bahwa kebudayaanlah
yang mempengaruhi bahasa.
Karena
eratnya hubungan antara bahasa dengan kebudayaan ini, maka ada pakar yang
menyamakan hubungan keeduanya itu sebagai bayi kembar siam, dua hal yang tidak
dapat dipisahkan. Atau sebagai sekeping mata uang; sisi yang satu adalah bahasa
dan sisi yang lain adalah kebudayaan.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Demikianlah, telah dibicarakan ciri-ciri Bahasa yang
dapat dianggap sebagai sifat hakiki Bahasa yang fundamental. Bahasa memiliki
sistem, lambang, bunyi dan bersifat arbitrer. Bahasa juga mempunyai makna,
bersifat konvensional, unik, universal, produktif,
dinamis dan bervariasi. Adapun fungsi sebagai alat interaksi sosial dan sebagai
identitas penuturnya.
Masyarakat
bahasa artinya sekelompok orang yang merasa menggunakan Bahasa yang sama.
Variasi dan status sosial Bahasa itu bervariasi karena anggota masyarakat
penutur Bahasa sangat beragam dan Bahasa digunakan untuk keperluan yang
beragam. Diglosia: perbedaan variasi Bahasa T dan Bahasa R, masyarakat yang
mengadakan perbedaan disebut masyarakt diglosis.
2. Saran
Semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi masyarakat umumnya khususnya untuk mahasiswa
Universitas Baturaja. Dan semoga pembaca bisa mengaplikasikan Bahasa dan Faktor
Luar Bahasa.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul.2007. Linguistik
umum. Jakarta: Rineka Cipta.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran allah
swt.yang sudah memberikan taufik, hidayah , serta, hidayahnya sehingga kita
semua bisa beraktivitas sebagaimana semestinya termasuk juga dengan penuli,
hingga penulis bisa menyelesaikan tugas pembuatan makalah bahasa indonesia
dengan judul”klasifikasi bahasa”.
Makalah ini di susun supaya para pembaca bisa menambah wawasan
serta memperluas ilmu pengetahuan yang ada mengenai klasifikasi bahasa yang
kami sajikan di dalam sebuah susunan makalah yang ringkas, mudah untuk dibaca
serta mudah dipahami.
Semoga makalah ini ini bisa
bermanfaat untuk para pembaca serta memperluas wawasan mengenai klasifikasi
bahasa dan tidak lupa pula penulis mohon maaf atas kekurangan makalh ini.mohon
saran dan kritiknya.terima kasih
Baturaja , oktober 2016
penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar............................................................................................................. i
Daftar Isi....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang............................................................................................. 1
B. Masalah
....................................................................................................... 2
C. Tujuan......................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Klasifikasi Bahasa
1. Klasifikasi
Genetis................................................................................ 4
2. Klasifikasi
tipologis.............................................................................. 5
3. Klasifikasi
areal..................................................................................... 6
4. Klasifikasi
sosiolinguistik..................................................................... 7
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ................................................................................................ 8
B.
Saran........................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sudah disepakati oleh para
ahli lingustik bahwa bahasa memiliki ciri-ciri diantara adalah bahasa bersifat unik. Jika
dibandingkan antara bahasa satu dengan bahasa lainya jelas akan kita dapati
segi perbedaanya baik dari segi sintaksis, morfem dan sebagainya karena
masing-masing bahasa memiliki karekteristik khas tersendiri. Namun, antara
bahasa satu dengan bahasa tertentu juga memiliki kesamaan.
Dalam perkembangan studi
lingustik historis komparatif, studi yang memfokuskan pada telaah perbandingan
bahasa, maka para ahli mulai menyadari persamaan yang dimiliki bahasa-bahasa
yang tersebar di dunia dengan melakukan klasifikasi bahasa-bahasa tersebut,
menggolongkan bahasa tertentu ke dalam satu kelompok atau rumpun bahasa.
klasifikasi ini dilakukan dengan melihat kesamaan ciri yang ada pada setiap
bahasa.
Menurut Greenberg
(1957:66) suatu klasifikasi yang baik harus memenuhi persyaratan yakni :
1. Nonarbitrer maksudnya
adalah bahwa kriteria klasifikasi itu tidak boleh semaunya, hanya harus ada
satu kriteria, tidak boleh ada kriteria lainya.
2. Exhausif/ Ekshaustik
maksudnya adalah : setelah klasifikai dilakukan tidak ada lagi sisanya atau
tidak ada satu bahasa yang tertinggal dan tidak masuk ke dalam kelompok rumpun
manapun. Artinya semua bahasa harus masuk dalam klasifikasi sebuah
kelompok/rumpun.
3. unik maksudnya adalah
kalau sebuah bahasa sudah masuk kedalam salah satu rumpun, dia tidak bisa lagi
masuk dalam rumpun yang lain. setiap bahasa hanya masuk kedalam satu rumpun
bahasa tidak boleh lebih dari satu karena jika lebih dari satu maka klasifikasi
tersebut tidak unik.
B.
Masalah
1.Apa yang
dimaksud dengan klasifikasi bahasa
2.Apa saja
macam macam klasifikasi bahasa
C.Tujuan
1.untuk
mengetahui salah satu tugas mata kuliah
dalam klasifikasi bahasa
2.untuk
menambah wawasan dan pengetahuan mengenai teori
klasifikasi bahasa
3.untuk
dapat mengaplikasikannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Klasifikasi Bahasa
Namun di dalam praktik
membuat klasifikasi, ternyata tiga persayaratan yang diajukan Greenberg
tersebut tidak bisa dilaksanakan, karena banyak sekali ciri-ciri bahasa yang
digunakan untuk membuat klasifikasi itu. Misalnya saja yang bertentangan dengan
syarat diatas adalah klasifikasi tipologi yang bertentangan dengan syarat
pertama kemudian klasifikasi areal yang tidak memenuhi ketiga syarat tersebut.
Berikut penjelasan
klasifikasi-klasifikasi bahasa dengan pendekatan genetis, tipologi, areal dan
sosiolingustik.
1. Klasifikasi Genetis
Atau Geneologis
Klasifikasi ini dihasilkan
dengan pendekatan genetis, pendekatan yang hanya melihat garis keturunan bahasa
itu. Artinya, suatu bahasa berasal atau diturunkan dari bahasa yang lebih tua.
Menurut teori klasifikasi genetis ini, terdapat suatu bahasa yang disebut
bahasa proto ( bahasa tua, semula) yang akan memiliki sub-sub bahasa lainya,
sedangkan bahasa proto adalah induk yang menurunkan bahasa-bahasa lainya. Teori
ini juga disebut dengan teori pohon oleh A. Schleicher karena keadaan dari
suatu bahasa dengan induk sebagai bahasa proto dan sub-sub bahasa lainya seperti
adanya cabang-cabang dan ranting-rantingnya yang memberi gambaran seperti
gambar pohon terbalik. Kemudian tahun 1872 teori ini dilengkapi oleh J. Schmidt
dengan menyebutnya sebagai teori gelombang.
Klasifikasi genetis ini
berdasarkan kriteria bunyi dan arti, yaitu kesamaan bentuk (bunyi) dan makna yang dikandungnya. Bahasa
yang memiliki sejumlah kesamaan seperti ini dianggap atau diklasifikasikan
kedalam satu rumpun bahasa atau bahasa proto yang sama.
Ciri-ciri klasifikasi ini
bersifat nonarbitrer, ekshaustik dan unik. Sesuai dengan persyaratan yang
diajukan oleh greenberg diatas. Klasifikasi genetis bersifat nonarbitrer
maksudnya adalah karena hanya mengunakan satu kriteria saja, yaitu garis
keturunan atau dasar perkembangan sejarah yang sama. Dengan menggunakan dasar
itu pula maka semua bahasa yang ada akan habis tidak tersisa dan semuanya masuk
ke dalam kelompok bahasa proto tertentu tanpa terkecuali. Maka klasifikasi ini
juga bersifat ekshaustik. Kemudian bersifat unik maksudnya karena setiap bahasa
sudah masuk ke dalam rumpun bahasanaya atau bahasa proto tertentu menurut garis
keturunanya akibatnya bahasa-bahasa tersebut tidak masuk ke dalam bahasa proto
yang lain.
Sejauh ini para ahli telah
memaparkan sebelas bahasa proto atau rumpun bahasa berdasarkan klasifikasi
genetis, diantaranya :
1. rumpun Indo Eropa,
yakni bahasa-bahasa German, Indo-Iran, Armenia, Baltik, Slavik, Roaman, Keltik
dan Gaulis.
2. rumpun Hamito-Semit
atau Afro-Asiatik, yakni bahasa-bahasa Koptis, Berber, Kushid, Chad yang
termasuk dalam sub rumpun Hamit; dan bahasa Arab, Etiopik, dan Ibrani yang
termasuk subrumpun Semit.
3. rumpun Chari-Nil, yakni
bahasa-bahasa Swahili, Bantuk dan Khoisan.
4. rumpun Dravida, yaitu
bahasa-bahasa Telugu, Tamil, Kanari dan Malayalam
5. Rumpun Austronesia
(disebut juga Melayu Polinesia) yaitu bahasa Indonesia ( Melayu, Austronesia
barat) Melanesia, Mikronesia dan Polinesia.
6. Rumpun Kaukakus
7. Rumpun Finno-Ugris
yaitu bahasa-bahasa Hunggar, Lapis dan Samoyid
8. Rumpun Paleo Asiatis
atau Hiperbolis, yaitu bahasa-bahasa yang terdapat di Siberia Timur.
9.Rumpun Ural-Altai, yaitu
bahasa-bahasa Mongol, Manchu, Tungu, Turki, Korea dan Jepang.
10. Rumpun Sino Tibet,
yakni bahasa-bahasa Yenisei, Ostyak, Tibeto, Burma dan Cina.
11. Rumpun bahasa-bahasa
Indian, yakni bahasa-bahasa Eskimo, Aleut, Na-Dene, Algokin, Waksan, Hokon,
Sioux, Penutio,Aztek, Tanoan dsb.
Untuk mengetahui di mana
letak-letak bahasa-bahasa tersebut, lihatlah, misalnya International
Encyclopedia of Lingustik oleh William Bright atau sumber lainya.
2. Klasifikasi
Tipologis
Klasifikasi ini dilakukan
dengan pendekatan dengan menggunakan kesamaan-kesamaan tipologi, baik fonologi,
morfologi maupun sintaksis, tipe-tipe kesamaan tersebut yang terdapat pada
sejumlah bahasa. klasifikasi tipologi ini dapat dilakukan pada semua tataran
bahasa karena disetipa bahasa terdapat unsur yang berulang-ulang dan usnsur
tersebut dapat menenai bunyi, morfem, kata, frase, kalimat dsb. dengan berbagai
macam kemungkinan ciri yang digunakan dalam membuat klasifikasi tersebut maka
hasil klasifikasi tersebut juga bermacam-macam. Oleh kareta itu klasifikasi
tipologis memiliki sifat arbitrer, karena tidak terikat oleh tipe tertentu
namun masih tetap bersifat ekshaustik dan unik.
Secara garis besar
klasifikasi tipologis pada tataran morfologi dapat dibagi edalam tiga kelompok
yakni :
Kelompok pertama : adalah
kelompok yang semata-mata menggunakan bentuk bahasa sebagai dasar klasifikasi.
Yang pertama mengagas
klasifikasi morfologi ini adalah Fredrich Von Schlegel. Pada tahun 1808 dan ia
membagi bahasa-bahasa di dunia ini kedalam dua kelompok yaitu :
1. kelompok bahasa
berafiks dan
2. kelompok bahasa
berfleksi.
Pembagian ini kemudia
diperluas oleh kakanya August Von Schlegel, pada taun1818 menjadi tiga kelompok
yaitu :
1. bahasa tanpa struktur
gramatikal (seperti bahasa Cina)
2. bahasa berafiks
(seperti bahasa Turki)
3. bahasa berfleksi
(seperti Sansekerta dan bahasa Latin.)
Kemudian berpijak dari
klasifikasi August Von Schlegel tersebut beberapa sarjana seperti Wilhelm Von
Humbol diikuti oleh A.F Pott membuat klasifikasi dengan menjadikan klasifikasi
sebelumnya sebagai model. Wilhelm membuat klasifikasi :
1. bahasa Isolatif ( sama
dengan bahasa tanpa struktur)
2. bahasa Aglutunatif
(sama seperti bahasa berafiks)
3. bahasa fleksi atau
sintetis; dan
4. bahasa polisintesis
atau inkorporasi.
Kelompok kedua : adalah
kelompok yang menggunakan akar-akar kata sebagai dasar klasifikasi.
Tokoh kelompok ini antara
lain : Franz Bopp, yang membagi bahasa di dunia ini atas bahasa yang mempunyai:
1. akar kata yang
monosilabis, misalnya bahasa Cina
2. akar kata yang mampu
mengadakan komposisi, misalnya bahasa-bahasa Indo Eropa dan bahasa Austronesia.
3. akar kata yang
disilabis dengan tiga konsonan, seperti bahasa Arab dan Ibrani.
Sarjana lain, Max Muller
yang juga menggunakan akar kata sebagai dasar klasifikasi membagi bahasa-bahasa
di dunia menjadi :
1. bahasa akar seperti
bahasa Cina
2. bahasa Terminasional
seperti bahasa Turki dan Austronesia
3. bahasa Infleksional,
seperti bahasa Arab dan bahasa-bahasa Indo- Eropa.
Kelompok ketiga : adalah
kelompok yang menggunakan bentuk sintaksis sebagai dasar klasifikasi.
Tokohnya antara lain H.
Steinthal yang membagi bahasa dunia atas 2 kelompok:
1. bahasa-bahasa yang
berbentuk, maksudnya adalah bahasa yang didalam kalimatnya terdapat relasi
antarkata. Bahasa ini dibagi menjadi :
a)
Bahasa kolokatif, misal Cina
b)
Bahasa derivatif dengan jukstraposisi, misal Koptis
c)
Bahasa derivatif dengan perubahan pada akar kata, misal Semit
d)
Bahasa derivatif dengan sufiks yang sebenanya, misal Sansekerta
2. bahasa-bahasa yang
tidak berbentuk, jenis ini dibagi menjadi :
a)
Bahasa kolokatif, misal Indo China.
b)
Bahasa derivatif dengan deruplikasi dan prefiks misal bahasa Austronesia
c)
Bahasa derivatif dengan sufiks, misal bahasa Turki
d)
Bahasa inkorporasi, misal Indian Amerika
Franz Misteli mengikuti
jejak Steinthal dengan istematik yang berbeda, bahasa berbentuk hanya dibagai
ke dalam satu kelompok saja yaitu, bahasa dengan kata yang sesungguhnya
(infleksi).sedangkan bahasa yang tidak berbentuk dibagi atas :
a)
Bahasa dengan kata yang berbentuk kalimat, misal bahasa Indian Amerika
b)
Bahasa isolatif akar, misal bahasa Cina
c)
Bahasa isolatif dasar, misal bahasa Melayu
d)
Bahasa jukstaposisi, misal bahasa Koptis
e)
Bahasa dengan kata yang jelas, misal bahasa Turki.
Pada abad XX ada juga
kalsifikasi yang di buat dengan prinsip yang berbeda, misalnya yang dibuat oleh
Sapir dan J Grennberg. Edward Sapir menggunakan tiga parameter untuk
mengklasifikasikan bahasa-bahasa yang ada di dunia yakni :
1)
Konsep-konsep gramatikal, dari parameter ini dibedakan lagi menjadi :
Bahasa relasional murni, Bahasa relasional murni kompleks, bahsa relasional
campuran sederhana dan bahasa relasional campuran kompleks
2)
Proses-proses gramatikal, berdasarkan parameter kedua ini dibedakan lagi :
bahasa isolatif, aglutanatif, fusional dan simbolik
3)
Tingkat penggunaan morfem dan kata. berdasarkan parameter ke tiga ini dibedakan
lagi : bahasa analitis, sintesis dan
polisintesis.
3. Klasifikasi Areal
Klasifikasi areal
dilakukukan berdasarkan adanya hubungan timbal-balik antara bahasa yang satu
dengan bahasa yang lain di dalam suatu area atau wilayah. Tanpa memperhatikan
apakah bahasa itu berkerabat secara genetik atau tidak. Yang terpentingadalah
adanya data pijam meminjam yang meliputi pinjaman bentuk dan arti, atau
pinjaman bentuk saja, atau pinjaman arti saja, pinjam meminjam ini karena
adanya kontak bahasa, bersifat historis dan konvergetif. Jika sebuah bahasa
tidak menerima atau memberikan pengaruh yang berarti, maka ia tidak dapat
dimasukan dalam kelompok bahasa mana pun.
Disamping itu, perlu
diketahui bahwa klasifikasi ini sanga mempertimbangkan dimesi waktu dan modalitas
ruang yang dijadikan pertimbangan seperti dalam klasifikasi genetis.
Klasifikasi areal ini
bersifat arbitrer dalam hal-hal tertentu, maksudnya adalah karena dalam kontak
sejarah bahasa-baasa itu memberikan pengaruh timbal balik dalam hal-hal
tertentu. Kemudian bersifat nonekshaustik sebab masih banyak bahasa-bahasa di
dunia ini yang masing bersifat tertutup dalam arti belum menerima unsur-unsur
tadi. Jadi bahasa yang seperti itu belum dapat dikelompokan atau belum masuk ke
dalam salah satu kelompok dan klasifikasi ini bersifat nonunik, sebab ada
kemungkinan sebuah bahasa dapat masuk ke dalam kelompok tertentu dan dapat mask
kedalam kelompok lain.
Tokoh yang pernah
melakukan klsifikasi ini adalah Wilhelm Schmidt dengan bukunya Die
Sprachfamillien und Sprachenkreise der Ende.
4. klasifikasi
Sosiolingustik
Klasifikasi sosiolingustik
dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor yang berlaku
dalam masyarakat; tepatnya berdasarkan status, fungsi, penilaian yang diberikan
masyarakat terhadap bahasa itu. klasifikasi ini pernah dilakukan oleh William A
Stuart tahun 1962 yang terdapat dalam artikelnya "An Outline of
Lingustic Typology for Describing Multilingualism" klasifikasi
ini dilakukan berdasarkan kriteria : historitas, standardisasi, vitalitas dan
homogenesitas.
1. historitas : berkenaan
dengan sejarah perkembangan bahasa atas sejarah pemakaian bahasa.
2. standardisasi :
berkenaan sebagai statusnya sebagai bahasa baku atau tidak baku atau status
pemakainaya sebagai bahasa forma atau informal.
3. vitalitas : berkenaan
dengan apakah bahasa itu mempunyai penutur yang menggunakanya dalam kegiatan
sehari-hari secara aktif atau tidak.
4. homogenesitas :
berkenaan dengan apakah leksikon dan tata bahasa dari bahasa itu diturunkan.
Sifat klasifikasi ini
adalah arbitrer, ekshaustik dan nonunik.
Dikatakan arbitrer karena tidak ada ketentuan dalam klasifikasi sosiolingustik,
hanya harus menggunakan keempat kriteria terebut. Maka ada kemungkinana pakar
lain akan menggunakan kriteria lain lagi. Dikatakan ekshaustik karena semua
bahsa yang ada didunia dapat dimasukan kedalam kelompok-kelompok tertentu.
Namun klasifikasi ini bersifat nonunik sebabnya adalah sebuah bahasa bisa
mempunyai status yang berbeda. Misalnya,
bahasa Jerman di Jerman bersatatuts
standar, tetapi di Swiss bersifat kedaerahan atau substandar. Contoh
lain adalah bahasa Ibrani yang merupakan bahasa klasik dalam ibadah bangsa
Yahudi, tetapi oleh Israel ditetapkan bahsa itu sebagai bahasa resmi (negara)
mereka.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Klasifikasi bahasa adalah Klasifikasi
ini dihasilkan dengan pendekatan genetis, pendekatan yang hanya melihat garis
keturunan bahasa itu. Artinya, suatu bahasa berasal atau diturunkan dari bahasa
yang lebih tua. Menurut teori klasifikasi genetis ini, terdapat suatu bahasa
yang disebut bahasa proto ( bahasa tua, semula) yang akan memiliki sub-sub
bahasa lainya, sedangkan bahasa proto adalah induk yang menurunkan
bahasa-bahasa lainya. Teori ini juga disebut dengan teori pohon oleh A.
B.Saran
Menurut saya makalah ini cukup
lah baik tetapi masih belum ada kesalahan kesalahan tertentu dalam makah ini
dan bagi penulis dan pembaca semoga bisa memahami apa yang telah dipelajari
dalam materi ini
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Chaer. Lingustik
Umum. 2007. Jakarta : Rineka Cipta.
Abd. Syukur Ibrrahim.
Lingustik Komparatif. Surabaya : Usaha Nasional
MAKALAH
LINGUISTIK STRUKTURALIS
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK
2
REDHO
PIRMANA (1621007)
RAWI RANGGAS
(1621012)
GUSTI ASRINA
(1621003)
APRILIA
MAHARANI (1621005)
PUTRI
WAHYUNI (1621006)
EMA
RAMADHONA (1421006.P.)
PROGRAM STDI
BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILM PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
BATURAJA
TAHUN
AKADEMIK 2016/2017
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat allah swt. Karena atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga makalah
ini dapat disusun sebagaimana mestinya. Makalah ini dinsusun berdasarkan
berbagai referensi yang sungguh sangat membantu dalam mengembangkan
dan mengaplikasikan materi dalam makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa dalam isi makalah ini terdapat kekurangan bahkan kesalahan dan
keterbatasan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran bagi
pembaca
Mudah-mudahan
tuhan yang maha kuasa tetap mencurahkan limpahan dan rahmat-nya kepada kita,
terimakasih.
Baturaja, september 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Rumusan masalah
Linguistik
strukturalis merupakan pendekatan dalam penyelidikan bahasa yang menganggap
bahasa sebagai system yang bebas. Aliran ini berusaha mendeskripsikan suatu
bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki oleh bahasa itu. Pandangan
ini adalah sebagai akibat sebagai konsep-konsep baru terhadap bahasa dan studi
bahasa yang di kemukakan oleh Bapak linguistik modern yaitu Ferdinand de
Saussure(1857-1913). Pandangan-pandangan ini di buat dalam bukunya Course de
Linguistique Generale (terbit pertama kali 1916 yang disusun oleh Charles Bally
dan Albert Sechehay, terjemahannya dalam bahasa Indonesia terbit 1988).
Berdasarkan catatan kuliah selama de Saussure memberi kuliah di Universitas
Jenewa tahun 1906-1911.
B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
mampu menjelaskan ferdinand de
saussure
2.
mampu menjelaskan aliran praha,
glosemantik, dan firthian
3.
mampu menjelaskan linguistik
sistemik, leonard bloomflied dan strukturalis amerika
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ferdinand de Saussure
Dianggap sebagai Bapak
Linguistik Modern berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya Course
de Linguistique Generale yang disusun dan diterbitkan oleh Charles Bally
dan Albert Sechehay tahun 1915.
Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai konsep :
1). Telaah Sinkronik dan Diakronik
2).
Perbedaan La Langue dan La Parole
3). Perbedaan Signifiant dan Signifie
4). Hubungan Sintagmatik dan Paradigmatik
1). Telaah Sinkronik dan Diakronik
Ferdinand de Saussure membedakan telaah bahasa secara sinkronik dan telaah bahasa secara diakronik.
a). Telaah bahasa secara sinkronik
adalah mempelajari suatu bahasa pada suatu kurun
waktu tertentu saja.
Misalnya, mempelajari bahasa Indonesia pada tahun 50-an.
b). Telaah bahasa secara diakronik adalah telaah bahasa sepanjang masa,
atau sepanjang
zaman bahasa itu digunakan oleh penuturnya.
Misalnya, mempelajari bahasa Indonesia sejak zaman dulu hingga sekarang ini.
2). Perbedaan La Langue dan La Parole
a). La Langue adalah Sistem
bahasa yang berfungsi sebagai alat sebagai
alat komunikasi
verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa, sifatnya abstrak.
b). La Parole adalah
pemakaian langue oleh masing-masing anggota masyarakat bahasa.,
sifatnya
konkrit karena parole merupakan wujud bahasa yang dapat diamati dan diteliti.
3). Perbedaan Signifiant dan Signifie
Ferdinand de Saussure mengemukakan teori bahwa setiap tanda atau tanda
linguistik dibentuk oleh dua buah komponen yang tidak terpisahkan, yaitu
komponen signifiant dan komponen signifie.
a). Signifiant (bentuk)
adalah citra bunyi atau pesan psikologis bunyi yang timbul dalam
pikiran kita.
b). Signifie (makna)
adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita.
Contoh: kata “ sirah” dalam bahasa Jawa yang berarti kepala.
Signifie(makna)
(Kepala)
Tanda linguistik(Sirah) KEPALA
Signifiant(bentuk)
(S,I,R,A,H)
4). Hubungan Sintagmatik dan Hubungan
Paradigmatik.
Ferdinand de Saussure
membedakan adanya dua macam hubungan, yaitu hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik.
A). Hubungan Sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat
dalam suatu
tuturan,
yang tersusun secara berurutan, bersifat linier atau sejajar dalam satu garis
lurus.
Ada beberapa
hubungan sintagmatik, yaitu :
(1).
Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi.
(2).
Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi.
(3).
Hubungan sintagmatik pada tataran sintaksis.
(1). Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi.
Hubungan sintagmatik pada
tataran fonologi tampak pada urutan fonem-fonem pada sebuah kata yang tidak
dapat diubah tanpa merusak makna kata
itu.
Contoh : kata kita
Apabila urutan katanya diubah, maka maknanya akan berubah, atau tidak
bermakna sama sekali.
K i t a
K i a t
K a t i
K a i t
I k a t
(2). Hubungan sintagmatik pada tataran
morfologi.
Hubungan sintagmatik pada
tataran morfologi tampak pada urutan morfem-morfem pada suatu kata, yang juga
tidak dapat diubah tanpa merusak makna dari kata tersebut.
Contoh
Segitiga dengan tigasegi
Barangkali dengan kalibarang
Tertua dengan teuter
(3). Hubungan sintagmatik pada tataran
sintaksis.
Hubungan sintagmatik pada
tataran sintaksis tampak pada urutan kata-kata yang mungkin dapat diubah,
tetapi mungkin juga tidak dapat diubah tanpa mengubah makna kalimat tersebut,
atau menyebabkan tak bermakna sama sekali.
Contoh : Diubah tanpa mengubah
makna
Hari
ini mungkin dia sakit
Mungkin
dia sakit hari ini
Contoh : Diubah yang
menyebabkan makna berubah
Nita
melihat Dika Dika
melihat Nita
B). Hubungan paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat
dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang
bersangkutan.
Ada
beberapa hubungan paradigmatik, yaitu :
(1).
Hubungan paradigmatik pada tataran fonologi
(2).
Hubungan paradigmatik pada tataran morfologi
(3).
Hubungan paradigmatik pada tataran sintaksis
(1). Hubungan paradigmatik pada tataran fonologi
Hubungan paradigmatik pada
tataran fonologi yaitu tampak pada urutan fonem-fonem pada sebuah kata.
Contoh : antara bunyi /r/, /k/, /b/,
/m/, /d/ yang terdapat pada kata rata, kata, bata, mata, dan data.
(2). Hubungan paradigmatik pada tataran
morfologi
Hubungan paradigmatik pada
tataran morfologi yaitu tampak pada prefiks-prefiks dalam sebuah kata.[1][5]
Contoh : antara prefiks me-, di-, pe-, dan te- yang terdapat
pada kata-kata merawat, dirawat, perawat, dan terawat.
(3). Hubungan paradigmatik pada tataran
sintaksis
Hubungan paradigmatik pada
tataran sintaksis yaitu hubungan yang menjelaskan tentang kedudukan fungsi
subjek, predikat dan objek.
Contoh : Budi membaca koran
Anton memakai baju
Ani makan bolu
B. Aliran Praha
Aliran Praha terbentuk pada
tahun 1926 atas prakarsa salah seorang tokohnya, yaitu Vilem
Mathesius(1882-1945). Tokoh-tokoh lainya adalah Nikolai S. Trubetskoy, Roman
Jakobson, dan Morris Halle. Pengaruh mereka sangat besar disekitar tahun 30an,
terutama dalam bidang fonologi.
Dalam bidang fonologi, Aliran
Praha menjelaskan stuktur bunyi. Struktur bunyi dalam aliran ini dijelaskan
dengan cara :
a. Menentukan keoposisiannya
Ukuran untuk menentukan apakah
bunyi-bunyi ujaran itu beroposisi atau tidak adalah makna. Dalam bahasa
Indonesia bunyi /l/ dan /r/ adalah dua buah fonem yang berbeda, karena terdapat
oposisi di antara keduanya.[2][6]
Contoh
: lupa bermakna tidak ingat
rupa bermakna wajah
b. Menentukan kekontrasannya
Dalam bahasa Indonesia, misal
kontras p dan b, dan antara t dan d dalam sebuah kata dapat terjadi pada posisi
awal dan tengah tetapi tidak terjadi pada posisi akhir.
Contoh : terjadi pada posisi awal dan tengah :
paku X baku tari X
dari
tepas X tebas petang X pedang
terjadi pada posisi akhir :
jawab X jawap
adad X adat
Dalam bidang sintaksis Vilem
Mathesius mencoba menelaah kalimat melalui pendekatan fungsional. Menurut
pendekatan ini kalimat dapat dilihat dari struktur formalnya, dan juga dari struktur
informasinya yang terdapat dalam kalimat yang bersangkutan. Struktur formal
menyangkut unsur-unsur gramatikal kalimat tersebut, yaitu subjek dan predikat.
Sedangkan struktur informasi menyangkut situasi faktual pada waktu kalimat itu dihasilkan. Struktur informasi menyangkut unsur
tema dan rema.
Tema adalah apa yang dibicarakan, sedangkan rema adalah apa yang
dikatakan mengenai tema. Setiap kalimat mengandung unsur tema dan
rema.
Contoh : Budi melirik Sinta.
Sinta melirik Budi.
Pada kalimat
Budi melirik Sinta,kata Budi adalah
subjek gramatikal atau tema, dan Sinta adalah objek gramatikal atau
rema.
C. Aliran Glosemik
Aliran Glosemik lahir di Denmark. Aliran ini dikembangkan oleh, Louis
Hjemslev(1899-1965), yang meneruskan ajaran Ferdinand de Saussure. Namanya
menjadi terkenal karena usahanya untuk membuat ilmu bahasa menjadi ilmu yang
berdiri sendiri, bebas dari ilmu lain, dengan peralatan, metodologis dan
terminologis sendiri.
Analisis bahasa dimulai dari wacana, kemudian ujaran dianalisi atas
konstituen-konstituen yang mempunyai hubungan paradigmatik. Menurut Hjemslev
suatu teori bahasa itu harus tepat , maksudnya harus memenuhi syarat untuk
diterapkan pada data empiris tertentu, yaitu bahasa. Sedangkan teori itu agar
dapat dipakai secara empiris haruslah konsisten, tuntas, dan sederhana.
Menurut Hjemslev yang sejalan dengan pendapat de Saussure menganggap bahasa
itu mengandung dua segi yaitu segi ekspresi(menurut de Saussure;
signifiant) dan segi isi(menurut de Saussure; signifie). Segi ekspresi
yaitu segi dimana suatu bahasa dilihat dari proses pengungkapan atau
pernyataan. Sedangkan segi isi yaitu segi dimana bahasa dilihat dari apa
yang dikandung daripada bahasa itu sendiri.
D. Aliran Firthian
Aliran ini diprakarsai oleh John R. Firth(1890-1960). Beliau adalah guru
besar di Universitas London yang terkenal karena teorinya mengenai fonologi
prosodi. Karena itulah, aliran yang
dikembangkannya dikenal dengan nama Aliran Prosodi; tetapi disamping itu
dikenal pula dengan nama Aliran Firth, atau Aliran Firthian, atau
Aliran London.
Fonologi Prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran
fonetis. Ada tiga macam pokok prosodi, yaitu:
1). Prosodi yang menyangkut gabungan fonem, seperti :
a). struktur kata,
b). struktur suku kata,
c). gabungan konsonan, dan
d). gabungan vokal.
2). Prosodi yang terbentuk oleh sendi atau jeda
3). Prosodi
yang realisasinya melampaui satuan yang lebih besar daripada fonem-fonem
suprasegmental.
Selain mengungkapkan teori prosodi, Firth juga mengungkapkan pandangan
mengenai bahasa. Dalam bukunya yang berjudul The Tongues of Man and Speech (1934) dan Papers in
Linguistics (1951) Firth berpendapat bahwa telaah bahasa harus
memperhatikan komponen sosiologis yaitu komponen tentang perkembangan
masyarakat. Tiap tutur harus dikaji dalam konteks situasinya, yaitu orang-orang
yang berperan dalam masyarakat, kata-kata yang mereka ungkapkan, dan hal-hal
lain yang berhubungan dengan masyarakat.
E. Aliran Linguistik Sistemik
Aliran ini diperkenalkan oleh salah seorang murid Firth yang mengembangkan
teori Firth mengenai bahasa, khususnya yang berkenaan dangan segi masyarakat
bahasa, yaitu M.A.K. Halliday. Sebagai penerus Firth dan berdasarkan
karangannya Categories of the Theory of Grammar, maka teori yang
dikembangkan oleh Halliday dikenal dengan nama Neo-Firthian Linguistics atau
Scale and Category Linguistics. Namun, kemudian ada nama baru, yaitu Systemic
Linguistics atau Linguistik Sistemik.
Pokok-pokok pandangan Linguistik Sistemik , yaitu :
1).
Linguistik Sistemik memberikan perhatian penuh pada segi kemasyarakatan bahasa,
terutama mengenai fungsi masyarakat bahasa dan bagaimana fungsi tersebut
terlaksanakan dalam bahasa.
2). Linguistik sistemik memandang bahasa sebagai “ pelaksana”. Linguistik
sistemik mengakui pentingnya perbedaan langue dan parole (seperti
yang dikemukakan Ferdinand de Saussure)
3).
Linguistik sistemik lebih mengutamakan pemerian atau penjelasan ciri-ciri
bahasa daripada semestaan atau keseluruhan bahasa.
4).
Linguistik sistemik menggambarkan tiga tataran utama bahasa, yaitu :
SUBSTANSI
|
FORMA
|
SITUASI
|
||
Substansi
fonik
|
fonologi
|
leksis
|
Konteks
|
Tesis
|
Substansi
grafis
|
grafologi
|
gramatikal
|
Situasi
langsung
|
|
Situasi
luas
|
Substansi adalah bunyi yang kita
ucapkan waktu kita berbicara, dan lambang yang kita gunakan waktu kita menulis.
Substansi bahasa lisan disebut substansi fonis, sedangkan substansi
bahasa tulis disebut substansi grafis. Forma adalah susunan
substansi dalam pola yang bermakna. Forma ini terbagi dua, yaitu :
a). leksis , yakni yang memberi keterangan terhadap forma.
b). gramatikal, yakni yang memberi aturan penulisan terhadap forma.
Situasi
meliputi tesis, situasi langsung, dan situasi luas. Yang dimaksud dengan
tesis adalah apa yang sedang
dibicarakan, situasi langsung adalah situasi pada waktu suatu tuturan
benar-benar diucapkan orang, sedangkan situasi luas adalah situasi yang
menyangkut semua pengalama pembicara atau penulisuntuk memakai tuturan yang diucapkan
atau ditulisnya.
Selain
ketiga tataran utama tersebut, ada dua tataran lain yang menghubungkan
tataran-tataran utama. Yang menghubungkan substansi fonik dengan forma adalah
fonologi[3][7], dan yang menghubungkan
substansi grafik dengan forma adalah grafologi.[4][8] Sedangkan yang menghubungkan
forma dengan situasi adalah konteks.[5][9]
f. Leonard
Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Nama Leonard Bloomfield(1877-1949) sangat terkenal karena bukunya yang
berjudul Language (terbit pertama tahun 1933), dan selalu dikaitkan
dengan aliran struktural Amerika. Nama stukturalisme lebih dikenal dan menyatu
kepada nama aliran linguistik yang dikembangkan oleh Bloomfield dan
kawan-kawannya di Amerika. Aliran ini berkembang pesat di Amerika pada tahun
30-an sampai akhir tahun 50-an.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya aliran ini, antara lain
:
1). Pada
masa itu para linguis di Amerika menghadapi masalah yang sama, yaitu banyak
sekali bahasa Indian di Amerika yang belum diperikan atau dijelaskan.oleh
karena itu, Bloomfield dan kawan-kawan ingin memerikan bahasa-bahasa Indian
itu.
2). Oleh
karena adanya iklim filsafat yang berkembang pada masa itu di Amerika, yaitu
filsafat behaviorisme Bloomfield dalam memerikan bahasa aliran
struturalisme ini selalu mendasarkan penjelasannya pada fakta-fakta objektif
yang dapat dicocokkan dengan kenyataan-kenyataan yang dapat diamati.
3). Adanya
hubungan yang baik antara para linguis-linguis itu, karena adanya The
Linguistics Society of America, yang menerbitkan majalah Language, yaitu tempat melaporkan
hasil kerja mereka.
Salah satu yang menarik dan merupakan ciri aliran strukturalis Amerika ini
adalah cara kerja
mereka yang sangat menekankan pentingnya data yang objektif untuk menjelaskan
atau memerikan suatu bahasa. Pendekatannya bersifat empirik, yaitu sesuai
dengan apa yang dialami oleh para linguis.
Aliran
strukturalis yang dikembangkan Bloomfield dengan para pengikutnya sering juga
disebut aliran taksonomi, atau aliran Bloomfieldian atau post-Bloomfieldian, karena
bermula atau bersumber pada gagasan Bloomfield. Disebut aliran taksonomi karena
aliran ini menganalisis dan mengklasifikasikan unsur-unsur bahasa berdasarkan
hubungan hierarkinya.
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan di atas
kita dapat mengetahui berbagai macam perkembangan aliran linguistik. Dari
tiap-tiap aliran memiliki teori masing-masing dan keunggulan serta
kelemahannya. Bahasan tersebut dapat kita jadikan sebagai tambahan wawasan
serta menambah pengetahuan kita mengenai linguistik terutama tentang
aliran-aliran linguistik.
MAKALAH
Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Presentasi
Mata kuliah lingulistik umum
Oleh:
KELOMPOK 6
1.
Dwi Asyifa Sari (1621037)
2. Seri Kamini (1621041)
3. Della Aprilisa (1621051)
Dosen pengampu : M. Doni Sanjaya,
M.Pd.
PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA SASTRA,
INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BATURAJA
2016
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya. Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan
penyusunan makalah kelompok kami. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
matakuliah “Lingulistik umum”,
yang berjudul “lingulistik
transformasional dan aliran-aliran sesudahnya”.
Dalam
penyusunan makalah ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Semoga
makalah ini dapat memberikan
manfaat dan menambah wawasan kita.
Oleh karena itu, kritik dan saran demi
perbaikan dan penyempurnaan akan kami terima dengan senang hati. Akhir kata
kami ucapkan terima kasih.
Baturaja, November 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar.................................................................................................................. i
Daftar isi............................................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang.............................................................................................................. 1
B. Rumusan masalah......................................................................................................... 1
C. Tujuan .......................................................................................................................... 2
D. Manfaat......................................................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Tata bahasa
transformasi............................................................................................ 3-6
B. Semantik
generatif........................................................................................................ 7-9
C. Tata bahasa kasus........................................................................................................ 9-11
D. Tata bahasa
relasional.................................................................................................11-13
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................................... 14
B. Saran.............................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 15
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keberadaan
bahasa merupakan keniscayaan bagi manusia, karena bahasa merupakan salah satu
pembeda antara hewan dan manusia. Hal ini dikarenakan, hanya manusialah yang
memiliki bahasa. Jadi, sudah seharusnya disyukuri apa yang telah dikaruniakan
oleh Sang Pencipta kepada kita, yaitu bahasa. Dalam sejarah perkembangannya,
linguistik dipenuhi berbagai aliran dan paham yang dari luar tampaknya sangat
ruwet, saling berlawanan dan membingungkan terutama bagi para pemula. Sejarah
linguistik yang sangat panjang telah melahirkan berbagai aliran-aliran
linguistik. Masing-masing aliran tersebut memiliki pandangan yang berbeda-beda
tentang bahasa, tapi pada prinsipnya aliran tersebut merupakan penyempurnaan
dari aliran-aliran sebelumnya. Oleh karena itu, dengan mengenal dan memahami
aliran-aliran tersebut akan menjadi pedoman bagi setiap orang untuk dapat
memilih atau mengacu kepada aliran linguistik apa yang menurutnya baik.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah
sebagai berikut.
1.
Apa yang
dimaksud dengan tata bahasa transformasional ?
2.
Apa saja
aliran-aliran sesudahnya ?
C.
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam
makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan
tata bahasa transformasi.
2.
Mendeskripsikan
semantik generatif.
3.
Mendeskripsikan tata bahasa kasus.
4.
Mendeskripsikan tata bahasa relasional.
D.
Manfaat
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tata
bahasa transformasi.
2. Mengetahui
semantik generatif.
3. Mengetahui tata
bahasa kasus.
4. Mengetahui tata
bahasa relasional.
.BAB 2
PEMBAHASAN
A.
Tata bahasa
trasformasi
Lingulistik
Transformasial dan Aliran-Aliran Sesudahnya
Menurut
Chomsky salah satu tujuan dari
penelitian bahasa adalah untuk menyusun tata bahasa dari bahasa tersebut.
Bahasa dapat dianggap sebagai kumpulan kalimat yang terdiri dari deretan bunyi
yang mempunyai makna. Maka, tugas tata bahasa haruslah dapat menggambarkan
hubungan bunyi dan arti dalam bentuk kaidah-kaidah yangtepat dan jelas.
Menurut Chomsky tata bahasa harus memenuhi 2 syarat, yaitu: 1) Kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh
pemakai bahasa tersebut dan 2) Tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga istilah
yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala tertentu saja dan harus sejajar
dengan teori linguistik tertentu. Struktur adalah pembenaran tata
bahasa dari suatu bahasa.
Dalam Syntactic Stucture dijelaskan
terdapat perbedaan mendasar antara kompetensi dan kinerja.Hanya di bawah idealisasi yang ditetapkan dalam paragraf
sebelumnya untuk meningkatkan kinerja yang refleksi
langsung dari kompetensi . Pada kenyataannya hal itu jelas tidak bisa langsung mencerminkan kompetensi . Oleh karena itu ,
dalam teknis
akal , teori linguistik adalah mentalistik karena bersangkutan dengan
menemukan realitas mental yang mendasari perilaku aktual . Penggunaan bahasa atau disposisi dihipotesiskan untuk merespon kebiasaan , dan sebagainya , dapat memberikan bukti realitas mental. Hal itulah yang membuat perbedaan mendasar dengan hanya adanya langue – parole (Saussure ), tetapi perlu untuk menata ulang konsep tentang langue yang hanya sebagai persediaan sistematik bukan sebagai konsepsi kompetensi yang mendasari. Namun demikian ditemukan banyak korelasi penting secara alamiah antara struktur sintaksis dan makna, dengan kata secara berbeda yang digunakan sebagai perangkat gramatikal secara sistematis . Korelasi ini dapat menjadi bagian dari subjek
penting untuk teori yang lebih umum bahasa peduli dengan sintaksis dan semantik .
akal , teori linguistik adalah mentalistik karena bersangkutan dengan
menemukan realitas mental yang mendasari perilaku aktual . Penggunaan bahasa atau disposisi dihipotesiskan untuk merespon kebiasaan , dan sebagainya , dapat memberikan bukti realitas mental. Hal itulah yang membuat perbedaan mendasar dengan hanya adanya langue – parole (Saussure ), tetapi perlu untuk menata ulang konsep tentang langue yang hanya sebagai persediaan sistematik bukan sebagai konsepsi kompetensi yang mendasari. Namun demikian ditemukan banyak korelasi penting secara alamiah antara struktur sintaksis dan makna, dengan kata secara berbeda yang digunakan sebagai perangkat gramatikal secara sistematis . Korelasi ini dapat menjadi bagian dari subjek
penting untuk teori yang lebih umum bahasa peduli dengan sintaksis dan semantik .
Dapat dikatakan tata bahasa
transformasi lahir dengan terbitnya buku Noam Chomsky yang berjudul Syntactic
Structure pada tahun 1957, yang kemudian diperkembangkan karena adanya kritik
dan saran dari berbagai pihak, di dalam buku Chomsky yang kedua yang berjudul
Aspect of the Theory of Syntax pada tahun 1965. Nama yang dikembangkan untuk
model tata bahasa yang dikembangkan oleh Chomsky ini adalah Transformational
Generative Grammar; tetapi dalam bahasa indonesia lazim disebut tata bahasa
informasi atau tata bahasa generatif. Setiap tata bahasa dari suatu bahasa,
menurut Chomsky, adalah teori dari bahasa itu sendiri; dan tata bahasa itu
harus memenuhi syarat dua syarat, yaitu:
Pertama, kalimat yang dihasilkan
dari tata bahasa itu harus dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima
oleh pemakai bahasa tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.
Kedua, tata bahasa tersebut harus
berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan atau istilah yang digunakan tidak
berdasarkan pada gejala bahsa tertentu saja, dan semuanya ini harus sejajar
dengan teori lingulistik tertentu.
Dalam
Aspect of the
Theory of Syntax yang diperhatikan adalah tata bahasa. Tata bahasa
bergantung pada pengetahuan “penutur” bahasa (kompetensi) yang akan
dimanfaatkan dalam pelaksanaan berbahasa (performansi). Dalam pelaksanaan
berbahasa, lingustik generatif transformatif memberikan adanya
konsep struktur dalam (deep structure) dan adanya struktur luar (surface
structure)
Beberapa paparan di atas
menunjukkan bahwa Noam Chomsky adalah Ahli linguistik yang cukup produktif
dalam membuat buku mulai dari teori transformasi melalui bukunya Syntactic
Structures (1957) yang kemudian disebut classical theory. Dalam
perkembangan selanjutnya, teori transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan
kinerja yang dicetuskannya melalui Aspects of the Theory of Syntax (1965)
disebut standard theory. Karena pendekatan teori ini secara sintaktis
tanpa menyinggung makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis generatif (generative
syntax). Pada tahun 1968 sarjana ini mencetuskan teori extended standard
theory. Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative
semantics; tahun 1980 government and binding theory; dan tahun 1993 Minimalist
program.
Tata bahasa dari setiap
bahasa, terdiri dari tiga komponen, yaitu (1) komponen sintaksis, (2) komponen
semantik, dan (3) komponen fonologis. Hubungan antara ketiganya adalah input
pada komponen semantk adalah output dari subkomponen sintaksis yang disebut
subkomponen dasar. Sedangkan input pada komponen fonologis merupakan output
dari subkomponen sintaksis yang disebut subkomponen transformasi. Komponen sintaksis
merupakan “sentral” dari tata bahasa, karena (a) komponen inilah yang
menentukan arti kalimat, dan (b) komponen ini pulalah yang menggambarkan aspek
kreativitas bahasa.
Urutan awal atau input
awal mengalami kaidah pencabangan, untuk kemudian mengalami kaidah-kaidah
subkategorisasi. Kaidah-kaidah subkategorisasi ini menghasilkan pola-pola
kalimat dasar dan deskripsi struktur untuk setiap kalimat yang disebut penanda
prase dasar. Inilah yang menjadi unsur-unsur struktur batin (deep structure).
Leksikon merupakan dasar morfem berserta keterangan yang diperlukan untuk
penfsiran semantik, sintaksis, dan fonologi. Walaupun belum diketahui jelas
bentuk leksikon itu, tetapi keterangan seperti jenis kata, unsur yang dapat
mendahului dan mengikutinya di dalam suatu kalimat, abstrak atau tidak,
haruslah tercantum didalam leksikon ini. Kaidah transformasi mengubah struktur
batin yang dihasilkan oleh kaidah-kaidah kategori menjadi struktur lahir,
karena struktur batin ini telah memiliki semua unsur yang diperlukan untuk
interpretasi semantik dan fonologis, maka kalimat yang berbeda artinya, akan
mempunyai struktur batin yang berbeda pula. Perbedaan arti biasanya tercermin
didalam perbedaan morfem, urutan morfem, dan jumlah morfem yang digunakan. Ada
kalimat yang jumlah morfemnya sama, bunyi dan urutanya sama,tetapi mempunyai
arti yang berbeda. Kalimat-kalimat yang meragukan seperti ini, tentu memiliki
struktur dalam yang berbeda.
Komponen semantik
memberikan interprestasi semantik pada deretan unsur yang dihasilkan oleh
subkomponen dasar. Arti kalimat yang dihasilkan ditentukan oleh subkomponen
ini. Arti dari sebuah morfem dapat digambarkan dengan memberi unsur makna atau
ciri semantik yang membentuk arti morfem itu. Umpamanya, kalau kata ayah dan
ibu kita bandingkan dengan kata pinsil dan kursi, maka dapat kita lihat kata
ayah dan ibu mempunyai ciri semantik/+makhluk/ sedangkan kata pinsil dan kursi
tidak memiliki ciri itu, atau lazim disebut memiliki ciri semantiki ciri itu,
atau lazim disebut memiliki ciri semantik /-makhluk/. Oleh karena itulah kita
dapat memperoleh kalimat (29) dan kalimat (30), tetapi tidak dapat menerima
kalimat (31) dan kalimat (32).
(29) Ayah suka makan durian.
(30) ibu suka makan durian.
(31) pinsil suka makan durian.
(32) kursi suka makan durian.
Mengapa kalimat (31) dan (32) tidak diterima, karena kata kerja makan hanya
bisa dilakukan oleh kata benda yang mempunyai ciri semantik /+makhluk/, dan
tidak dapat dilakukan oleh yang berciri semantik /-makhluk/.
B.
Semantik
Generatif
menjelang dasawarsa tujuh puluhan
berepa murid dan pengikut chomsky, antara lain postal,lakoff,Mc Cawly,dan
kiparsky,sebagai reaksi terhadap Chomsky,memisahkan diri dari kelompok
Chomsky,dan membentuk aliran sendiri. Kelompok Lakoff ini, kemudian terkenal
dengan kaum semantik generatif. Mereka memisahkan diri karena ketidak puasan
terhadap teori guru mereka, Chomsky, bahwa semantik mempunnyai eksistensi yang
lain dari sintaksis,bersifat homogen, dan untuk menghubungkan kedua struktur
itu cukup hanya dengan kaidah transformasi saja. Tidak perlu dengan bantuan
kaidah lain, yakni kaidah sintaksis dasar,kaidah proyeksi, dan kaidah fonologi,
seperti yang diajarkan Chomsky. Menurut semantik generatif, sudah seharusnya
semantik dan sintaksis diselidiki bersama sekaligus karena keduanya adalah
satu. Struktur semantik itu berupa dengan struktur logika, berupa ikatan tidak
berkala antara predikat dengan seperangkat argumen dalam suatu proposisi.
Struktur logika itu tergambar sebagai bagan berikut.
( 33) proposisi
predikat Argumen1 ...
Argumenn
Atau dapat juga dirumuskan sebagai:
pred( Arg1, Arg2, ... Argn). Umpamanya kalimat “nenek minum kopi” mempunyai struktur
( 34) Prop
Pred
Arg1 Arg2
Minum Nenek kopi
Atau
dapat dirumuskan sebagai: MINUM( nenek,kopi).jadi, proposisi kalimat itu
mempunnyai predikat yang berargumen dua. Kalimat “ nenek marah” adalah kalimat
yanng berposisinya mempunyai predikat yang berargumen satu, yaitu MARAH (
nenek). Sedangkan kalimat “nenek membelikan adik baju baru” mempunyai predikat
yang berargumen tiga, yakni BELI ( nenek, adik, baju baru). Perhatikan bagan
berikut!
(35) Prop
Pred Arg1 Arg2 Arg3
Beli Nenek
Adik Baju Baru
Analisis kalimat kompleks
didasarkan salah satu struktur logika tersebut. Misalnya, kalimat “jarang ada
mobil murah”, analisisnya tampak dalam bagan (36) berikut
(36) prop
pred prop1
pred1 prop1
pred2 prop3
Jarang ada murah
mobil
Menurut teori semantik generatif, argumen adalah sesuatu yang dibicarakan:
sedangkan predikat itu semua yang
menunjukan hubungan, perbuatan, sifat, keanggotaan,dan sebagainya. Jadi, dalam
menganalisis sebuah kalimat, teori ini berusaha mengabstraksikan predikatnya
dan menentukan argumen-argumennya. Dalam mengabstraksikan predikat, teori ini
berusaha untuk menguraikannya lebih jauh sampai diperoleh predikat yang tidak
dapat diuraikan lagi, yang disebut predikat inti( atomic predikate).
Contoh diberikan oleh Mc Cawly
terhadap kata kill dalam kalimat
bahasa inggris Jhon killed harry, yang
memperoleh CAUSE Jhon, COME ABOUOT BE DEAD(Harry). Pararel dengan predikat,
dalam bahasa indonesia MEMBUNUH = MENYEBEBKAN X, MENJADI MATI (Y).
Begitulah teori yang dianjurkan
kaum semantik generatif dalam usaha menganalisis struktur semantik dan struktur
sintaksis untuk “memperbaiki” teori tata bahasa generatif transformasi.
C.
Tata bahasa
kasus
tata bahasa kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam
karanganya berjudul “The Case for Case” tahun 1968 yang dimuat dalam buku Bach.
E dan R. Harms universal in lingulistik theory, terbitan holt rienhart and
wisnton.
Dalam karangan nya yang
terbit tahun 1968 itu fillmore membagi kalimat atas (1) modalitas, yang bisa
berupa unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia; dan (2) proposisi, yang terdiri
dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus. Perhatikan bagan berikut!
Kalimat
(37)
modalitas
proposisi
Ø Negasi
Ø Kala
Ø Aspek verba kasus1
kasus2 kasus n
Ø Verbia
Yang dimaksud dengan kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba
dengan nomina. Verba di sini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan
argumen dalam teori semantik generatif. Hanya argumen dalam teori ini diberi
label kasus. Misalnya, dalam kalimat bahasa inggris “John Opened the door with
the key, argumen1 john berkasus “pelaku”, argumen2 door berkasus “tujuan”, dan
argumen, key berkasus “alat”. Perhatikan bagan berikut!
(38) Kalimat
Modalitas
proposisi
kala
past verba pelaku tujuan
alat
open
john door key
Makna sebuah kalimat dalam teori ini dirumuskan dalam bentuk:
(39)
+ [---X, Y, Z ]
Tanda --- dipakai untuk mrnandai posisi verba dalam struktur semantik
sedangkan X,Y, dan Z adalah argunmen yang berkaitan dengan verba atau predikat
itu yang biasanya diberi label kasus. Misalnya, makna kalimat (38) di atas :
(40) OPEN, + [ --- A, I, O ]
A = Agent, pelaku
I = Instrument, alat
O = Object, tujuan
Dalam teori tahun 1968 fillmore tidak membatasi jumlah kasus itu : tetapi
dalam versi 1971 dibatasi oleh kasus agent, experiencer, object, means, source,
goal, dan referential. Yang dimaksud dengan agent adalah pelaku perbuatan atau
yang melakukan suatu perbuatan, seperti perbutan menendang, makan dan membawa.
Yang dimaksud dengan exsperiencer adalah yang mengalami peristiwa psikologis,
seperti saya dan dia dalam kalimat “saya tahu” dan “dia merasa takut”. Object
adalah sesuatu yang dikenai perbuatan, atau yang mengalami suatu proses seperti
bola dan rumah dalam suatu kalimat “bus itu datang dari bandung”. Goal adalah
keadaan, tempat, waktu yang yang kemudian seperti guru dalam kalimat “dia mau
jadi guru”. Sedangkan referential adalah kalimat acuan seperti husin dalam
kalimat “husin temanku”
Dari uraian diatas dapat
kita lihat adanya teori semantik dan generatif dengan teori kasus, yaitu
sama-sama menumpukkan teorinya pada predikat atau verba.
D.
Tata bahasa Relasional
Menurut
Perlmutter 1983 kebangkitan aliran Tatabahasa Relasional pada tahun 1970, merupakan
tantangan langsung terhadap beberapa asumsi yang paling mendasar dari teori
sintaksis TT. Masalah subjek dan objek langsung berdasarkan relasi dominasi, TT
menjelaskan sebagai berikut: subjek adalah FN (frasa nomina) yang secara
langsung didominasi oleh K (kalimat), dan objek langsung adalah FN yang secara
langsung didominasi oleh FV (frasa verbal).
Menurut
Aliran Tatabahasa Relasional, Tatabahasa Transformasi dengan struktur klausa
yang dijabarkan dengan urutan linier dan relasi dominasi, telah mengalami
kegagalan dalam penerapannya terhadap bahasa-bahasa tertentu, misalnya bahasa
Indonesia, bahasa Turki, bahasa Nitinah, dan sebagainya Samsuri 1988. Prinsip
dasar TR adalah bahwa relasi-relasi gramatikal, seperti, ”subjek dari” dan
“objek dari” memegang peranan penting dalam sintaksis bahasa alami.
Relasi-relasi gramatikal diperlukan untuk mencapai tiga sasaran teori bahasa,
yaitu (1) merumuskan kesejagatan bahasa (kesemestaan bahasa), (2) menetapkan
karakteristik setiap konstruksi gramatikal yang ada pada bahasa alami, dan (3)
membangun suatu Tatabahasa yang memadai untuk setiap bahasa.
Ketiga sasaran teori bahasa
tersebut, dicapai oleh TR melalui tiga unsur linguistik, yaitu: (1) seperangkat
simpai (nodes) yang mengambarkan
semua unsur linguistik (klausa, frasa, kata, dan morfem), (2) seperangkat tanda
relasi (relasional signs), yang
mengambarkan relasi-relasi gramatikal, (seperti, subjek, predikat, objek) di
antara unsur-unsur, dan (3) seperangkat koordinat (coordinates) (K1, K2, K3, dst) yang mengambarkan tataran-tataran
yang berbeda dari relasi-relasi yang dihasilkan.
Ketiga
macam unsur di atas digambarkan ke dalam sebuah bentuk diagram. Misalnya,
klausa “Ali memberi buku itu kepada saya” dijabarkan ke dalam diagram berikut:
P 1 2
3
Beri Ali buku itu saya
klausa
tersebut mempunyai tiga nomina dan satu verba yang masing-masing saling
bergantung satu sama lain, dan masing-masing membawakan satu relasi. Nomina
“subjek dari” (relasi-1), nomina buku itu membawakan relasi “objek langsung
dari” (relasi-2), nomina saya membawakan relasi “objek tak langsung dari ”
(relasi-3), sedangkan verba beri membawakan relasi “predikat dari” (relasi-P)
kalimat di atas hanya terdiri dari satu tataran
Sekarang perhatikan kalimat berikut yang terdiri dari tiga buah tataran, “saya diberikan buku itu sama Ali”. Jika di analisis dari segi tata bahasa tranformasi, bentuk kalimat tersebut merupakan hasil dari dua macam tranformasi yang dilakukan secara berurutan, yaitu tranformasi datif, dan tranformasi pasif. Jadi, keseluruhanya ada tiga bentuk atau kontruksi yang terlibat, yaitu (a) kontruksi kalimat inti, (b) Kontruksi kalimat hasil tranformasi datif, dan (c) kalimat hasil tranformasi pasif dan kontruksi datif. Menurut analisis tatabahasa rasional kalimat di atas juga mempunya tiga tataran structural yang urutanya sama dengan teori tata bahasa trenformasi di atas, yaitu kalimat a, b, c sebagai berikut: a) Ali member buku itu kepada saya. b) Ali memberikan buku itu kepada saya. c) saya diberikan buku itu oleh Ali. Maka, diagram stratal kontruksi tersebut adalah:
Relasi
gramatikal yang dilambangkan dengan angka 1, 2, dan 3 itu memiliki kedudukan
yang khusus; ketiganya disebut “suku” (terms).
Relasi diluar ketiga ini (benetfacktif, lokatif, intrumenstal, dsp) disebut
bukan suku (non-terms). Relasi yang bukan suku itu disebut juga “chomeor” (kata
prancis yang berarti ‘penganggur’), yakni kontituen yang tidak memiliki fungsi
gramatikalnya, sehingga dijuluki “konstituen yang menganggur”. Sedangkan yang
disebut suku di atas memiliki fungsi gramatikal tertentu, misalnya , suku
berperanan di dalam persuaian verbal (verbal
agreement), di dalam pelepasan konstituen (nominal) yang berkorefensi, di
dalam kemungkinan menjadi subjek dalam kontruksi pasif.
Seperti terlihat dalam diagram di
atas, Ali membawakan relasi-1 pada
tataran I dan II, sedangkan pada tataran III membawakan relasi-chomeur. Buku itu membawakan relasi-2 pada
tataran I, sedangkan pada tataran II dan III membawakan relasi-chomeur. Saya membawakan relasi-3 pada tataran I,
membawakan relasi-2 pada tataran II, dan membakan relasi-1 pada tataran III
BAB 3
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas kita dapat mengetahui berbagai macam perkembangan aliran
linguistik. Dari tiap-tiap aliran memiliki teori masing-masing. Bahasan tersebut dapat kita jadikan
sebagai tambahan wawasan serta menambah pengetahuan kita mengenai linguistik
terutama tentang lingulistik transformasional dan aliran-aliran sesudahnya.
B.
Saran
Dengan adanya pengetahuan tentang
lingulistik transformasional dan aliran-aliran sesudahnya. Kita dapat
mengetahui model transformasi, transformasi ini pun banyak kelemahan yang
dirasakan oleh semua orang, sehingga dibuat lah model lain yang dianggap lebih
baik, misalnya model semantik generatif, model tata bahasa kasus, model tata
bahasa relasional.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum.
Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum.
Jakarta: Rineka Cipta.
http ://www. ariprasetyo_
aliran-aliran linguistk..com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar